MOTTO HIDUP :

Allah adalah Tuhanku, Muhammad adalah Nabi dan Rasulku, Qur’an Hadis adalah landasanku, Alam semesta adalah sumber inspirasiku, Ibadah dan amal adalah esensi kemanusiaanku, Insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang di ridhoi oleh Allah SWT adalah tujuanku, Jarak (s) adalah kecepatan (w) dikali waktu (t) adalah semangatku, Yakin usaha sampai adalah semboyanku

Kamis, 02 Juli 2009

Apakah hari kiamat kekal ? (bagian satu)

Apakah hari kiamat kekal ?

(bagian satu)

oleh: R u s y d i n m a g h a n i

anggota pusat studi perpaduan islam iptek yogyakarta

”””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””’

Berikut ini kami akan membahas lebih lanjut tentang beberapa firman Allah SWT yang mengisahkan tentang alam akhirat dengan beberapa sifat-sifatnya yang digambarkan secara tersirat maupun tersurat. Selanjutnya dari ayat-ayat Al-Qur’an tersebut dikorelasikan atas penemuan tokoh ilmuwan fisika yang berhubungan dengan sifat alam akhirat itu, yaitu tentang kekekalan. Kekekalan yang dimaksud dalam firman Tuhan itu memiliki banyak makna dan bentuk.

Namun sebelumnya perlu dilakukan penegasan terlebih dahulu. Bahwa perbandingan dan korelasi antara kehidupan manusia di dunia ini berbeda dengan alam akhirat nanti. Tidak semua yang dimaksud kekal di alam akhirat juga sama berarti kekal seperti pemahamaan manusia saat di dunia. Analoginya bisa digunakan kehidupan manusia ketika masih di rahim atau kandungan dibandingkan dengan alam dunia sangat berbeda. Ketika masih dalam rahim, seorang manusia tidak bernafas, terendam dalam air ketuban, dan peredaran darah serta jantungnya mengikuti denyut jantung ibu. Sangat berbeda ketika selanjutnya menjalani kehidupan di dunia. Manusia harus bernafas sendiri, makan dan minum sendiri. Pendek kata perbedaan alam kehidupan juga bisa berarti berbedaan tentang bentuk kehidupan itu sendiri.

Membicarakan tentang alam akhirat, berarti membicarakan tentang perihal yang bersifat ghaib. Karena memang sampai saat ini, umat manusia belum diperlihatkan wujud alam akhirat. Untuk itu sebelum membicarakan tentang alam akhirat, tentu saja lebih baik dibahas tentang ghaib.

Secara bahasa, ghaib itu berarti tidak terdeteksi oleh panca indera. Akan tetapi meskipun tidak terdeteksi oleh panca indera, bukan berarti yang ghaib itu tidak ada. Kejadian ghaib itu pada prinsipnya ada, terkadang malah terjadi di sekeliling kita, namun kita tidak mampu dan mengetahuinya. Dan sesuatu yang ghaib bagi seseorang, bukan berarti ghaib pula bagi orang lain. Sebagaimana yang terdapat dalam surat Ali Imran (3)

“Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (ya Muhammad); padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa. (QS. Ali Imran, 3: 44).

Dalam surat ini Allah SWT menjelaskan kisah tentang Maryam kepada Nabi Muhammad s.a.w. yang ghaib sifatnya bagi Nabi. Karena pada saat itu Nabi tidak menyaksikannnya, walaupun kisah tersebut benar-benar terjadi pada masa itu. Dan bagi kaum yang hidup di masa Maryam, maka kejadian tersebut bukanlah sesuatu yang bersifat ghaib.

Sehingga untuk urusan ghaib-pun ternyata bersifat relatif. Tidak berlaku sama bagi semua orang. Juga relatif sesuai dengan dinamika perkembangan zaman. Seperti dalam surat Huud (11), ayat 49 di atas, yang menceritakan tentang peristiwa bahtera Nuh yang bersifat ghaib bagi zaman selain Nuh. Namun bagi zaman pada saat peristiwa Nuh itu terjadi, maka tidak dapat disebut ghaib.

Memang ada beberapa pendapat yang berkehendak untuk sesuatu yang bersifat ghaib cukup perlu diimani saja tanpa perlu dianalisa lebih lanjut karena berada di luar jangkauan nalar manusia. Karena ada kekhawatiran bagi orang tertentu yang belum cukup kuat keimanannnya, jika mempelajari hal-hal yang bersifat ghaib justru akan mengurangi kadar keimanan dan ketakwaannya.

Namun di sini penulis berkeyakinan bahwa membicarakan sesuatu yang ghaib sesuai dengan proporsinya, dengan tetap mempertahankan keimanan, serta dengan tujuan yang mulia, akan memberikan manfaat yang lebih. Pada peristiwa bahtera Nuh, yang juga berarti ghaib bagi kita namun bisa dipelajari melalui sumber literatur sejarah, seperti Al-Qur’an yang terjamin kebenarannya. Di sini bisa disimpulkan bahwa peristiwa Nuh bersifat ghaib pada peristiwanya saja, namun saat ini kita mengetahuinya. Hanya saja Al-Qur’an memang penuh dengan makna.

Membicarakan alam akhirat yang bersifat ghaib pada dasarnya justru akan memberikan pemahaman yang lebih baik bagi kaum Muslimin sebagai bentuk persiapan menuju ke alam akhirat itu. Mempersiapkan dan mengenali apa yang akan dilakukan di masa depan adalah bentuk keseriusan dan keyakinan akan masa depan itu. Apalagi alam akhirat adalah tujuan akhir dan tujuan puncak dari apa yang manusia lakukan selama hidup di dunia ini. Dengan kata lain, apa yang manusia lakukan di kehidupan dunia ini adalah bagian dari persiapan agar kehidupan di alam selanjutnya lebih baik. Seperti halnya mempersiapkan diri dengan belajar sebelum menghadapi suatu ujian. Bahkan kualitas kehidupan manusia berlaku secara berkesinambungan. Maksudnya adalah bahwa kualitas kehidupan manusia di dunia akan membawa pengaruh bagi kehidupan sesudah di dunia ini.

Tidak semua hal yang berkaitan dengan alam akhirat bisa dianalisa oleh manusia. Hanya sedikit dari beberapa sifat alam akhirat seperti yang telah diberitakan lewat ayat-ayat Al-Qur’an. Salah satu sifat alam akhirat yang di beritakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an adalah berkaitan dengan ke-kekal-annya. Lebih lanjut lagi kekekalan pada dimensi waktu sebagaimana waktu yang dipahami oleh manusia saat ini. Berkaitan dengan di mana alam akhirat itu, bagaimana bentuk kehidupan alam akhirat, dan sifat-sifat lain yang tentang alam akhirat tidak disinggung di sini. Surat Al Mu’min (40), ayat 39, dan At-Taubah (9), ayat 38, yaitu:

Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara), dan sesungguhnya Akhirat itulah negeri yang kekal. (QS. Al-Mu’min, 40: 39).

…Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di Akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di Akhirat hanyalah sedikit. (QS. At-Taubah, 9: 38).

Dalam surat Al-Mu’min (40), ayat 39, dijelaskan tentang alam akhirat yang bersifat kekal. Dan seluruh kehidupan manusia di alam dunia ini sangat berbeda dan sangat tidak lebih baik jika dibandingkan dengan kehidupan di alam akhirat nanti.

Dan perlu diingatkan terlebih dahulu, bahwa kekekalan yang dimaksud di alam akhirat sangat berbeda konteksnya dengan sifat kekal yang menjadi sifat Allah SWT. Sudah jelas tentu berbeda antara makhluk dan pencipta. Alam akhirat adalah alam yang diciptakan oleh Allah SWT untuk kehidupan manusia selanjutnya, sedangkan Allah SWT adalah pencipta dari alam akhirat itu. Hal ini perlu diungkapkan terlebih dahulu agar kita tidak menggeneralisir sifat alam akhirat dengan sifat penciptanya.

Selanjutnya jika dihubungkan dengan beberapa ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang kehidupan alam akhirat yang kekal, sebagaimana yang terdapat dalam surat Hud (11), ayat 103-108.

Sebagaimana ciptaan Allah SWT yang lain, bahwa semuanya diciptakan secara berpasang-pasangan. Ada siang ada malam. Ada atas ada juga bawah. Ada baik ada buruk. Begitu juga dengan alam akhirat, ada surga yang berpasangan dengan neraka. Surga melambangkan suatu kondisi yang baik, pahala dari suatu perbuatan baik selama di dunia. Neraka melambangkan suatu kondisi yang buruk, dosa dari suatu perbuatan buruk yang dilakukan selama hidup di dunia.

Sifat kekal, melekat pada kehidupan di surga dan neraka, sebagaimana yang terdapat dalam Al Qur’an surat Hud (11), ayat 103-108, maupun surat-surat lainnya. Selanjutnya, bagaimana umat Muslim memahami tentang sifat kekal tersebut. Dalam beberapa literatur yang dibaca, penulis menemukan dua pendapat yang saling bertentangan.

1.

Akhirat Tidak "Kekal"

Dasar yang digunakan oleh pendukung pendapat ini ada beberapa alasan. Dasar bahwa sifat kekal hanya dimiliki oleh Zat Penguasa Makhluk, yaitu Allah SWT. Mereka mendasarkan pendapat ini dengan logika agama maupun logika ilmiah (bukan berarti membedakan antara logika ilmiah dengan logika agama, yang seolah-olah agama tidak ilmiah maupun sebaliknya. Pembagian ini tak lebih hanya bermaksud membedakan asal mula bahwa logika ilmiah menyandarkan pada hasil penemuan atau teori ilmiah yang dipercaya pada waktu itu. Sedangkan logika agama disandarkan pada kitab suci al-Qur’an, Hadist, dan Ijtihad para ahli agama), yang bersumber pada pemahaman empiris ilmu astronomi.

a. Logika Agama

Dari logika agama mendasarkan pada sisi penciptaan. Dalam konteks penciptaan, dapat dikelompokan ke dalam dua eksistensi. Pertama pencipta, yang mana Islam hanya mengenal Allah SWT dan makluk ciptaan sang pencipta. Artinya, selain Allah SWT, maka semua itu bermakna sebagai makluk ciptaan Allah SWT.

Pencipta pastilah ada terlebih dahulu sebelum makluk yang diciptakan-Nya. Selanjutnya diciptakan oleh-Nya sehingga ada. Karena pernah tidak ada, maka logikanya suatu saat nanti pastilah akan berada dalam kondisi tidak ada pula. Kembali ke asalnya yang tidak berwujud atau tidak ada, alias lenyap. Jika akhirat itu kekal selama-lamanya, bukankah itu juga berarti menyamai sifat Allah SWT yang kekal abadi. Akhirat adalah makhluk yang berawal dan berakhir. Akhirat bukanlah Allah SWT, maka akhirat termasuk bagian dari ciptaan-Nya. Menurut surat Al-Qashash (28), ayat 88, maka akhiratpun pasti akan mengalami kebinasaan alias tidak kekal. Firman Allah SWT pada surat Al-Qashash (28), ayat 88, yaitu:

Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkah Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (QS. Al-Qashash, 28: 88).1


Pemahaman kata "kekal", yang kontraproduktif dengan logika di atas, memiliki dua kemungkinan jawaban tentang mana yang salah. Informasi yang salah ataukah pemahaman yang salah. Dalam hal kebenaran Al-Qur’an tidak seorang muslimpun yang meragukan, sehingga alternatif tinggal satu, yaitu pemahaman manusia yang kurang tepat, salah atau belum menemukan essensi kata "kekal" yang dimaksud oleh Allah SWT. Selanjutnya kesalahan pemahaman yang seperti apa yang belum diketahui oleh manusia?

Kondisi ini mirip dengan informasi tentang kiamat yang dinyatakan dalam beberapa ayat sudah "dekat". Makna tentu saja berkaitan dengan dimensi waktu yang manusia bisa saja mengartikan tinggal beberapa tahun lagi, sesuai dengan tingkat pemahaman manusia tentang waktu. Padahal sebagaimana diketahui, bahwa informasi kiamat sudah dekat, terkhabar sejak Rasulullah s.a.w. masih hidup. Artinya sudah sejak 1500 tahun yang lalu kiamat dinyatakan sudah dekat. Jika penafsiran kata "dekat" tinggal beberapa tahun lagi, tentu saja kiamat sudah terjadi sejak dulu. Namun sampai sekarang kiamat belum juga terjadi. Bahkan para ilmuwan mempunyai prediksi berdasarkan gejala alam yang sudah diamati dan diperhitungkan dengan matang, kehidupan umat manusia di Bumi masih sampai 3-4 milyar tahun lagi. Hal ini disandarkan pada prediksi umur matahari sebagai pusat tata surya dan kehidupan manusia di Bumi.

Jawaban dari masalah ini tentu saja berkaitan dengan relativitas waktu. Kata "dekat" yang dimaksud dalam Al-Qur’an artinya "dekat" dengan dimensi waktu yang berbeda dari dimensi waktu yang dialami manusia selama ini di dunia.

Seperti juga penjelasan dari Al-Qur’an surat Hud (11), ayat 7, yang menjelaskan tentang proses penciptaan langit dan bumi dalam "enam masa". Firman Allah SWT:

Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati", niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata". (QS. Hud, 11: 7)2.

Kata "enam masa" pada terjemahan di atas memiliki makna yang sangat luas. Kata "enam" menunjukan bilangan sejumlah enam, akan tetapi kata "masa" sebagai satuan dari kata "enam" sebelumnya memiliki arti yang abstrak. Bisa jadi artinya satuan jam, hari, bulan, tahun, atau juga abad dst. Ayat-ayat semacam inilah sebagai sinyal dari Allah SWT kepada umatnya untuk selalu berpikir dan mencari jawaban sebagai bentuk tawakal kepada-Nya.

Alasan yang lain, masih berkaitan dengan surat Hud (11), ayat 107-108, yang menyatakan "bahwa penduduk surga dan neraka akan tinggal di dalamnya selama masih ada langit dan bumi". Keberadaan alam akhirat juga berkaitan dengan keberadaan makluk lain, yaitu langit dan bumi alam semesta. Dengan kata lain, jika akhirat kekal, maka tentu saja langit dan bumi juga harus kekal. Sehingga jika ternyata langit dan bumi bersifat fana, maka akhirat juga fana. Kalaupun sebagaimana yang disebutkan dalam banyak surat di Al-Qur’an, bahwa alam akhirat itu kekal, berarti sifat kekekalannya sama dengan langit dan bumi. Dapat diperoleh suatu kesimpulan lain, waktu alam akhirat juga masuk satu paket dalam alam semesta. Entah berada di langit pertama atau langit ke tujuh.

Bumi dan langit atau alam semesta ini, menurut ahli astronomi dan Al-Qur’an, memang tidak kekal. Menurut Al-Qur’an ada peristiwa yang akan mengakhiri semua kehidupan makhluk, yaitu kiamat. Menurut ahli astrofisika dan kosmologi, sistem tata surya kita akan berakhir dengan habisnya energi matahari dalam memancarkan panasnya. Jika alam semesta terbentuk dari suatu peristiwa ledakan besar "Big Bang" membutuhkan waktu sampai 10 milyar tahun hingga berhenti, maka waktu yang dibutuhkan alam semesta menciut dari kondisi berhenti menuju titik awal adalah 10 milyar tahun juga.

Selanjutnya berkaitan dengan kapan kehidupan akhirat akan berakhir, berarti sama dengan lamanya kehidupan alam semesta. Hanya saja manusia belum mampu untuk membayangkan kapan berakhirnya, karena berada dalam perhitungan waktu yang sangat lama sekali. Hingga nalar manusia tidak akan pernah memahaminya dan hanya Allah SWT Yang Maha Tahu.

b. Logika Ilmu Pengetahuan

Berdasarkan logika ilmu pengetahuan, maka didasarkan pada dua alasan, yaitu bertemunya langit positif dan langit negatif. Yang kedua adalah "menciutnya" alam semesta setelah berkembang selama 10 milyar tahun.

Sebagaimana disinggung sebelumnya, bahwa alam semesta ini diciptakan berpasang-pasangan. Secara umum alam terbentuk atas materi dan energi. Sebagaimana konsep relativitas yang dirumuskan oleh Einstein, bahwa materi dalam kondisi tertentu dapat berubah menjadi energi, dan sebaliknya energi dapat berubah menjadi materi.

Pasangan materi adalah antimateri. Materi dan energi bukan berpasangan, walaupun keduanya bisa saling menjelma. Materi jika bertemu dengan antimateri dalam kondisi tertentu akan menjelma menjadi foton (anihilasi). Pada proses ini massa antimateri menghapus massa materi, sehingga massa foton bernilai nol. Selanjutnya, jika foton berada pada medan tertentu, maka foton akan berproses menjadi materi. Proses itu dapat berlangsung berulang-ulang seperti siklus.

Surga diibaratkan sebagai akumulasi materi yang dilakukan manusia selama hidup di dunia atas perbuatan baiknya. Sebaliknya, perbuatan buruk yang dilakukan manusia akan menghasilkan akumulasi antimateri yang akan terakumulasi di neraka. Dalam bahasa agama disebut sebagai pahala dan dosa. Artinya semakin besar dosa, maka akan semakin banyak massa antimateri yang akan terkumpul di neraka. Begitu sebaliknya dengan massa materi yang dihasilkan oleh amal baik.

Mereka kekal di dalam keadaan itu. Dan amat buruklah dosa yang besar di hari kiamat. (QS. Thaahaa, 20: 101).3

Beban dosa atau massa anti materi yang pernah dilakukan di dunia ditebus selama di neraka hingga mencapai nol atau habis. Pada saat kondisi nol itu maka berakhir pula kehidupan mereka di neraka. Begitu juga di surga, massa materi yang terakumulasi, mendapat pahala atau balasan hingga berada pada posisi netral atau nol atau habis. Pada saat itu berakhir pula kehidupan akhirat di surga. Namun penduduk neraka maupun surga tetap berada kekal di tempatnya sampai kehidupan mereka habis.

Pada kondisi tersebut maka manusia akan kembali pada keadaan "Ketiadaan Mutlak". Sama seperti keadaan ketika alam semesta dan penghuninya belum di ciptakan Allah SWT. Segala urusan akan kembali pada kehendak-Nya.

Proses itu akan berlangsung selama 10 milyar tahun, sama seperti waktu penciptaan alam semesta. Suatu periode waktu yang sangat lama. Sehingga perumpamaan yang terdapat dalam al-Qur’an yang diwujudkan dengan kata "kekal" merupakan perumpamaan yang masuk akal. Jika dilakukan dengan perbandingan waktu yang dialami manusia di alam dunia, maka kehidupan akhirat laksana kekal atau abadi.

Begitulah argumentasi mereka yang berpendapat bahwa alam akhirat itu tidak kekal, namun sangat lama tak terhingga dan tak terbayang oleh manusia sebelumnya. Periode itu menjadi diumpamakan dengan kata kekal atau abadi di dalam Al-Qur’an.

Jadi pemahaman kata "kekal" yang melekat pada sifat akhirat bukan berarti kekal yang tiada batas atau abadi selama-lamanya. Kekal yang dimaksud memiliki makna tak terhingga lamanya oleh hitungan waktu manusia akan tetapi tetap terbatas dan pada akhirnya nanti akan berakhir. Atau dengan kata lain kekal pada alam akhirat berarti "kekal relatif", sedangkan kekal yang menjadi sifat Allah SWT, berarti "kekal mutlak".

Seperti jawaban untuk pertanyaan seberapa luaskah alam semesta? Sampai sekarang manusia belum bisa menjawab apalagi melakukan pengukuran dengan pasti untuk mengetahui seberapa luas alam semesta. Namun manusia percaya bahwa alam semesta pasti memiliki batas. Sehingga jawaban untuk pertanyaan di atas adalah sangat luas tak terhingga, tapi tetap terbatas. Untuk lebih mempermudah pemahaman, dianalogikan sebuah lingkaran. Tidak diketahui mana awal dan akhir dari garis yang membentuk lingkaran itu. Namun tetap saja terbatas, seberapapun luas lingkaran itu, tetap memiliki batas.

1 Departemen Agama RI, Op, Cit. hal. 625.

2 Departemen Agama RI, Op, Cit. hal. 327.

3 Departemen Agama RI, Op, Cit. hal. 488.

Apakah hari kiamat kekal ?

Apakah hari kiamat kekal ?

(bagian dua)

oleh: R u s y d i n m a g h a n i

anggota pusat studi perpaduan islam-iptek yogyakarta

Pada bagian satu kami sudah menjelaskan bahwa hari kiamat tidak kekal maka pada bagian kedua ini kami akan menjelaskan mengenai hari kimat adalah sesuatu yang kekal.

Kaum muslim yang berpendapat akhirat itu kekal mendasarkan pendapat mereka dari ayat-ayat al-Qur’an yang jelas-jelas mensifatkan alam akhirat itu "kekal". Mereka yakin sekali bahwa kata "kekal" yang melekat pada alam akhirat adalah betul-betul menggambarkan keadaan akhirat secara lugas. Apalagi kata "kekal" seringkali diulang-ulang untuk mengiringi kondisi akhirat, baik surga maupun neraka, sebagai bentuk penegasan atau legitimasi bahwa akhirat itu kekal.

1. Logika Agama

Allah menjanjikan kepada orang-orang beriman, baik laki-laki maupun perempuan, (akan menempati) syurga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di Syurga ‘Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. (QS. At-Taubah, 9: 72).

Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan syurga-syurga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam syurga-syurga itu, mereka mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu". Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah, 2: 25).

Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni syurga; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah, 2: 82).

Setidaknya terdapat 69 ayat Al-Qur’an yang menyebutkan tentang kehidupan surga dan neraka sebagai tempat akhir kehidupan manusia dan hari pembalasan yang "kekal", yaitu: Al-Baqarah (2), ayat 25, 39, 81, 82, 218, 257, dan 275, Ali ‘Imran (3), ayat 15, 107, 116, 136, dan 198, An-Nisaa’ (4), ayat 13, 14, 57, dan 93, Al Maaidah (5), ayat 37, 80, 85, dan 119, Al An’aam (6), ayat 128, Al A’raaf (7), ayat 20, 42, dan 36, At Taubah (9), ayat 63, 68, 72, 89, dan 100, Yunus (10), ayat 26 dan 27, Huud (11), ayat 23, 107, dan 108, Ar-Ra’d (13), ayat 5, Ibrahim (14), ayat 23, An Nahl (16), ayat 29, Al Kahfi (18), ayat 108, Thaahaa (20), ayat 76, 127, dan 131, Al Anbiyaa’ (21), ayat 99, dan 102, Al Mu’minuun (23), ayat 11 dan 103, Al Furqan (25), ayat 65, 69, dan 76, Al Ankabuut (29), ayat 58, As-Sajdah (32), ayat 14, Faathir (35), ayat 35, Az Zumar (39), ayat 72, dan 73, Al Mu’min (40), ayat 76, Fushshilat (41), ayat 28, Az Zukhruf (45), ayat 71, dan 74, Muhammad (47), ayat 15, Qaaf (50), ayat 34, Al Haddid (57), ayat 12, Al Mujaadilah (58), ayat 17, dan 22, Al Hasyr (59), ayat 17, At Taghaabur (64), ayat 9 dan 10, At Thalaaq (65), ayat 11, Al A’laa (87), ayat 17, Al Bayyinah (98), ayat 6 dan 8.

Berulang-ulangnya Al Qur’an menyebutkan kekal sebagai sifat akhirat, menjadikan suatu keyakinan bahwa akhirat itu memang betul-betul kekal. Kekal seperti apa? itulah rahasia Allah SWT. Yang jelas tidak mampu manusia untuk menjelaskan hal itu, karena akhirat di luar jangkauan akal secerdas apapun manusia.

Dimensi waktu tidak berlaku bagi Allah SWT. Dia tidak mengenal siang dan malam, sebelum dan sesudah, masa sekarang atau masa akan datang. Karena dimensi waktu juga merupakan makhluk ciptaan Allah SWT. Dia Maha Ada sebelum semuanya ada dan akan tetap kekal abadi pada saat semuanya telah tidak ada kembali. Allah SWT telah ada sebelum waktu diciptakan dan akan tetap ada sekalipun dimensi waktu ditiadakan. Surat Al-Hadiid (57), ayat 3, yang menyatakan "Dia-lah yang Maha Pertama dan Maha Terakhir", bukan berarti Allah SWT ada hanya saat permulaan dan terakhir untuk pada akhirnya berakhir.

2. Logika Ilmu Pengetahuan

Kata "kekal" atau "abadi" atau "kekal selama-lamanya" menurut ilmu pengetahuan berhubungan dengan masalah waktu. Tentu saja, menurut nalar yang manusia pahami, jika akhirat dikatakan kekal, maka ada dimensi waktu yang berlaku di alam akhirat. Dimensi waktu yang sangat berbeda sekali dengan dimensi waktu yang di alami manusia di Bumi ini. Sehingga jika manusia dikatakan mengalami kekal di alam akhirat, maka manusia akan hidup tanpa memiliki batasan waktu atau kekal atau abadi selama-lamanya.

Berdasarkan logika ilmu pengetahuan, khususnya ilmu fisika, penulis menggunakan rujukan relativitas khusus, terutama tentang dilatasi waktu. Menurut teori relativitas, kondisi tanpa mengalami pertambahan usia pada makluk hidup bisa saja terjadi jika berada dalam kondisi tertentu. Kondisi yang dimaksud adalah ketika manusia melakukan perjalanan dengan kecepatan sama dengan cahaya (299.792.458 meter per detik). Dengan bergerak pada kecepatan cahaya, yang dianggap memiliki kecepatan paling tinggi (terlepas bahwa pada saat ini sudah dilakukan penemuan bahwa kecepatan cahaya bisa diperlambat, atau bahkan dihentikan sama sekali), manusia akan mendapatkan usianya tidak bertambah alias kekal usia.

Pengujian terhadap teori relativitas ini sudah berulang kali dilakukan dan hasilnya menunjukan kemungkinan-kemungkinan yang diramalkan teori ini, walaupun belum sampai pada gerakan secepat cahaya. Jika muncul pertanyaan, apakah ada kemungkinan manusia melakukan perjalanan dengan kecepatan cahaya? Tentu saja dimungkinkan jika Allah SWT menghendaki.

Allah SWT memberikan keistimewaan pada Nabi Muhammad s.a.w. dalam peristiwa isra’ mi’raj yang perjalanan yang sangat jauh tapi dapat ditempuh dengan waktu yang relatif pendek. Dalam bab sebelumnya telah dibahas, bahwa kecepatan yang dicapai Nabi s.a.w. sangat cepat, bahkan lebih cepat berlipat-lipat dibandingkan dengan kecepatan cahaya.

Nabi Muhammad s.a.w. adalah manusia pilihan Allah SWT telah diperlihatkan keadaan surga dan neraka pada peristiwa itu. Jika Nabi s.a.w. mengalami peristiwa luar biasa itu, apakah manusia biasa memungkinkan untuk itu? Kemungkinan akan selalu ada, karena kehidupan manusia sudah berpindah ke kehidupan akhirat yang sangat berbeda dengan keadaan dunia.

Mungkin akan muncul pertanyaan, apakah manusia mungkin akan mampu bergerak dengan kecepatan cahaya, jika itu merupakan syarat dari kekekalan waktu? Bukankah obyek padat semakin berat jika menjelajah semakin cepat? Ketika mencapai kecepatan cahaya, objek akan semakin berat. Dengan demikian, hanya obyek tak bermassa, seperti cahaya yang dapat bergerak setara dengan cepat rambat cahaya.

Secara realitas, ketika seseorang pilot pesawat tempur menambah kecepatan pesawat secara tiba-tiba dengan kecepatan yang tinggi, maka akan mendadak hilang kesadaran (black out). Penjelasannya biasanya dikarenakan jantung pilot tidak cukup kuat untuk memompa darah ke kepala. Jika kecepatan semakin dinaikan, maka akan terasa tekanan yang hebat di dada. Tangan susah di gerakan dan sang pilot akan terpaku kuat-kuat di atas kursi. Mulut menganga lebar, mata melotot seolah mau mencelat keluar dari kelopak, dan darah mengalir dalam tubuh menolak naik ke otak. Perlahan kesadaran habis dan mungkin dalam tempo beberapa menit sang pilot akan mengalami kematian. Keadaan ini terjadi jika dilakukan penambahan percepatan pesawat dengan kecepatan yang sangat tinggi dan dalam waktu singkat atau tanpa dilakukan secara bertahap.

Pertanyaan di atas wajar saja timbul, karena secara realitas hal itulah yang akan manusia alami jika mengalami percepatan untuk mencapai kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya. Karena sebenarnya karena manusia berada pada medan gravitasi Bumi dengan nilai tertentu.

Penjelasannya coba diuraikan dengan sebuah peristiwa biasa. Ketika seseorang merasakan pantat mendapat tekanan secara terus menerus dari kursi yang ditempati, dan efeknya akan menimbulkan rasa pegal dan panas jika kita duduk dalam waktu lama, walaupun di atas kursi seempuk apapun. Gaya yang muncul di pantat tersebut merupakan hasil dari tarikan gravitasi. Jika tidak ada penghalang, maka gaya tersebut akan mempercepat orang itu jatuh ke Bumi. Gaya yang menghalangi percepatan orang itu sehingga tidak tembus ke bawah kursi adalah gaya tolak tanah yang bekerja berlawanan arah dengan gravitasi. Gaya itu bekerja pada fondasi dan rangka baja rumah, lalu mendesak lantai ruang tempat orang tersebut duduk dan akhirnya kursi orang tersebut. Pada gilirannya, gaya itu melawan tekanan badan orang itu yang menempel pada kursi. Jika Bumi dua kali lebih tumpat dari semula dengan diameter tetap, tekanan di pantat orang itu akan naik dua kali lipat. Tolakan ke atas akan di imbangi oleh gravitasi yang meningkat dua kali lipat.

Ilmu pengetahuan telah membawa manusia untuk dapat merekayasa mengurangi efek tekanan balik sebagai mana yang dialami oleh peristiwa di atas ataupun pada pilot pesawat. Biasanya para pilot juga menggunakan pakaian dengan desain khusus untuk mendesak darah yang berkumpul di kaki pilot naik ke kepala sehingga pilot tetap sadar waktu dilakukan percepatan. Selain itu juga dilakukan suatu prosedur khusus ketika pilot akan menambah kecepatan dari keadaan diam ke kecepatan, misalnya 150.000 km/ detik atau kira-kira separuh kecepatan cahaya, dengan dilakukan secara bertahap agar badan tidak hancur selama proses percepatan.

Selain dengan pakaian khusus tersebut, juga pesawat dilengkapi dengan sistem peredam kejut. Alat tersebut akan menciptakan suasana gravitasi buatan dalam pesawat yang menarik benda berlawanan arah dengan gaya reaksi sehingga saling meniadakan reaksi atas percepatan.

Kehidupan manusia di dunia, khususnya di planet Bumi ini pada dasarnya juga dalam kondisi bergerak dengan kecepatan tinggi. Bumi berotasi pada porosnya kira-kira 1.000 mil per jam dan berevolusi mengitari matahari dengan rata-rata kecepatan 20 mil per detik. Dan penghuni Bumi tidak merasakan adanya gerakan cepat itu, seolah-olah Bumi itu diam. Sama seperti analogi yang sering digunakan Eintein, tentang kondisi di mana manusia tidak mengetahui apakah dia sedang bergerak atau tidak ketika sedang berada dalam lift yang jatuh bebas. Atau seperti peristiwa ketidaktahuan manusia jika menjatuhkan buah apel di dalam pesawat terbang yang sedang bergerak. Karena fenomena yang ditangkap hanya buah apel tersebut jauh ke lantai saja. Sama seperti ketika berada dalam keadaan diam (di luar pesawat terbang), maka apel jika dijatuhkan akan bergerak ke arah yang sama yaitu ke lantai.

Jika kehidupan akhirat kekal tanpa mengalami pertambahan usia bagi penghuninya, maka menurut teori relativitas, akhirat harus bergerak dengan kecepatan sama dengan kecepatan cahaya (c). Dalam kondisi demikian akan terjadi pemuluran waktu hingga tidak terjadi pertambahan usia sama sekali bagi penghuninya.

Selanjutnya untuk melakukan analisa ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan formulasi relativitas waktu, penulis merujuk dua ayat yang dirasa dapat mewakili analisa secara umum. Kedua ayat Al-Qur’an tersebut adalah surat As-Sajdah (32), ayat 5, yang menyebutkan bahwa 1 (satu) hari di langit sama dengan 1.000 (seribu) tahun di Bumi. Selain itu dalam surat Al-Ma’arij (70), ayat 4, yang menyebutkan bahwa 1 (satu) hari sama dengan 50.000 (lima puluh ribu) tahun di Bumi.

Analisa pertama merujuk pada surat As-Sajdah (32), ayat 5. Jarak yang ditempuh Sang Urusan (sinyal) selama satu hari sama dengan jarak yang ditempuh bulan selama 1.000 tahun atau 12.000 bulan.

C . t = 12.000 . L

Dengan C, sebagai kecepatan Sang Urusan, t waktu selama satu hari, L panjang rute edar bulan selama satu bulan. Untuk menghasilkan nilai C yang sama persis dengan nilai cepat rambat cahaya yang sudah diketahui, maka waktu yang dialami oleh Sang Urusan dikalikan dengan panjang rute edar bulan selama satu bulan (L).

Selanjutnya dilakukan analisa dengan Sistem Kalender Sidereal. Sebagaimana diketahui bahwa terdapat dua macam sistem kalender bulan, yaitu :

1. Sistem Sinodik, didasarkan atas penampakan semu gerak bulan dan matahari dari bumi. 1 hari = 24 jam, 1 bulan = 29,53059 hari
2.

Sistem Sidereal, didasarkan atas pergerakan relatif bulan dan matahari terhadap bintang dan alam semesta. 1 hari = 23 jam 56 menit 4,0906 detik = 86164,0906 detik, 1 bulan = 27,321661 hari

Rute bulan selama satu bulan sidereal bukan berupa lingkaran, melainkan berbentuk kurva yang panjangnya L = v . T. Kecepatan bulan (v), memiliki dua tipe, yaitu: pertama Kecepatan relatif terhadap bumi yang bisa dihitung dengan rumus berikut: , Dengan R sebagai jari-jari revolusi bulan = 384.264 km, dan T sebagai periode revolusi bulan = 655,71986 jam. Kedua, Kecepatan relatif terhadap bintang atau alam semesta. Menurut Einstein kita harus mengeliminasi faktor gravitasi matahari. Gravitasi matahari membuat bumi mengelilingi matahari dengan waktu revolusi 365,25636 hari. Satu kali revolusi bulan (sistem sidereal) membutuhkan waktu 27,321661 hari, telah membuat bumi berputar sebesar

α = 27,321661/365,25636˚

= 26,92848˚

Putaran ini harus di eliminasi. Kecepatan bulan tanpa putaran terhadap matahari bukan lagi v, melainkan mengalikan nilai v dengan cosinus α, sehingga: , Dengan α adalah sudut yang dibentuk oleh revolusi bumi selama satu bulan sideral α = 26,928480, jadi = 2

= 3.682,07 km/jam

Jadi :

C . t = 12.000 . L

C . t = 12.000 . v. T

C . t = 12.000 . () . T

C = 12.000 . . cos α . T / t

C = 12.000 . 2682,07 km/jam . 0,89157 . 655,71986 jam / 86164,096 detik

C = 299.792,5 km/ detik = 299.792.500 m/ detik

Dari perhitungan di atas, didapatkan kecepatan Sang Urusan (C) sebesar 299.792.500 m/ detik atau mendekati cepat rambat cahaya di ruang hampa sebesar 299.729.458 m/ detik. Dengan kata lain C = c.

Dalam surat As-Sajdah (32), ayat 5, terdapat kata-kata "menurut perhitunganmu" (مِّمَّا تَعُدُّ وْنَ). Artinya perhitungan perbandingan 1 (satu) hari di sisi Tuhan sama dengan 1000 (seribu) tahun manusia, menurut perhitungan manusia sebagai acuannya. Sehingga, manusia yang di Bumi dapat diambil sebagai acuan.

Menurut teori relativitas Einstein, malaikat bergerak terhadap manusia dapat juga sama dengan manusia di bumi yang bergerak terhadap malaikat. Dengan demikian jam pengamat di bumi yang mengukur waktu tempuh adalah jam yang bergerak terhadap kejadian. Dengan formulasi:

Dimana adalah selang waktu yang dinyatakan oleh jam yang bergerak terhadap kejadian. adalah selang waktu yang dinyatakan oleh jam yang bergerak terhadap kejadian. v adalah kecepatan malaikat dan c adalah cepat rambat cahaya. Untuk menjelaskan surat As-Sajdah (32), ayat 5, yang menyebutkan 1 (satu) hari manusia sama dengan 1000 (seribu) tahun Tuhan, maka dapat dijelaskan sbb 1 hari = 1.000 365 hari = 365.000 hari, maka,

v = 0,9999999999962469506473939706336 c

Untuk menjelaskan surat Al-Ma’arij (70), ayat 4, yang menyebutkan bahwa 1 (satu) hari malaikat sama dengan 50.000 (lima puluh ribu) tahun manusia, maka dapat dijelaskan sbb: 1 hari = 50.000 365 hari = 1.8250.000 hari, maka

v = 0,9999999999999984987802589604042 c

Sebagai perbandingan atas perhitungan yang telah dilakukan:

1. Hasil hitung di atas: C = 299792,5 km/detik,
2. US National Bureau of Standards: C = 299.792,4574 + 0,0011 km/detik,
3. The British National Physical Laboratory: C = 299.792,4590 + 0,0008 km/detik,
4. Konferensi ke-17 tentang Ukuran dan Berat (General Conference on Measures), "1 meter adalah jarak yang ditempuh cahaya dalam ruang hampa selama 1/299792458 detik"
5. Terlihat bahwa kecepatan malaikat sangat mendekati kecepatan cahaya. Sebagaimana yang diketahui bahwa malaikat terbuat dari cahaya. Maka mungkin saja memang kecepatan malaikat adalah c itu sendiri.

Jika kecepatan malaikat adalah c itu sendiri, sehingga v = c, maka menurut teori relativitas Einstein

Dalam artian, nilai dari ∆t itu tidak dapat ditentukan atau memiliki nilai yang tak terhingga jawabannya. Sehingga pernyataan 1.000 = 50.000 dapat dimaklumi.

Kesimpulan yang dapat diambil atas uraian di atas, jika kehidupan manusia di alam akhirat bersifat kekal, maka manusia akan mengalami dimensi waktu sebagaimana contoh pada ayat As-Sajdah (32), ayat 5 yang mana dimensi waktu 1 (satu) hari di sisi Tuhan sama dengan 1.000 (seribu) tahun manusia di alam dunia, atau pada surat Al-Ma’arij (70), ayat 4, yang menyebutkan bahwa 1 (satu) hari malaikat sama dengan 50.000 (lima puluh ribu) tahun manusia. Namun bisa juga dimensi waktu yang berlaku lebih lama lagi sampai tak terhingga atau kekal.

Kemungkinan besar tempat manusia berpijak (jika di dunia bernama Bumi) di alam akhirat-lah yang bergerak dengan sangat cepat. Maksudnya bukan manusia itu sendiri yang bergerak, namun tempat dia berpijak di alam akhirat. Sebagaimana Bumi yang bergerak ketika ditinggali manusia di alam dunia.

Selanjutnya manusia akan mengalami kehidupan kekal selama-lamanya sebagaimana yang telah dikhabarkan oleh Al-Qur’an. Bukankah sejarah manusia di dunia juga pernah mencatat peristiwa Ashabul-Kahfi yang tidur selama 309 tahun dan tidak mengalami pertambahan usia. Jika diukur dalam usia manusia biasanya, peristiwa itu jelas tidak mungkin. Tak lain peristiwa itu sebagai bentuk kekuasaan Allah SWT.

Allah SWT adalah sang penguasa alam. Bukanlah kesulitan bagi-Nya untuk memberikan kehidupan yang kekal pada hari pembalasan kepada manusia yang telah menyembah-Nya dan menempatkannya di surga sebagai bentuk kenikmatan yang tiada terkira. Bukanlah juga suatu kesulitan bagi Allah SWT untuk memberikan siksa yang kekal bagi makhluknya yang mengingkarinya di neraka kelak. Sehingga ilmu pengetahuan dan kemampuan akal manusia hanya sebatas menebak sesuai dengan kemampuan akalnya akan penerjemahan dari ketentuan Allah SWT. Pada saat semua daya dan kemampuan manusia telah dikerahkan untuk memahami ketentuan tersebut serta menemukan beberapa jawaban yang bersifat hipotesa, maka langkah terakhir adalah mengembalikan semua kepastian pada ketentuan-Nya. Semoga tuhan tetap membimbing kita pada jalan yang benar…amiin…..

Kekekalan energi dalam al-Qur’an

Kekekalan energi dalam al-Qur’an

oleh: R u s y d i n m a g h a n i

anggota pusat studi perpaduan islam iptek yogyakarta

……………………………………………………………………………………………………………………………….

pada tahun 1907 einstein mempublikasikan sebuah makalah yang berisi tentang kekekalan energi yang disederhanakan dalam sebuah persamaan E= m.c2

dengan E adalah energi, m adalah massa dan c adalah kecepatan cahaya dengan ketetapan ( 3 ×108 m/s ).

Implikasi dari persamaan ini adalah bahwa alam semesta adalah statis (kekal), akibatnya persepsi ini telah membawa perdebatan panjang dengan ajaran agama, dengan ajaran agama (teisme) menganggap bahwa alam semesta ini tidak kekal dan akan hancur pada suatu saat, dan pada saat itulah terjadi hari kiamat (pembalasan).

Dan bagaimanakah pandangan al-Qur’an mengenai alam semesta yang statis (kekal) ini?

Dalam al-qur’an dijelaskan bahwa alam semesta ini tidak kekal dan terus melakukan ekspansi dan sehingga alam semesta terus kehilangan gaya gravitasinya yaitu sebagai akibat dari dipisahkannya alam semesta seperti dalam surah ad-dzariyat ayat 47 Artinya. Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan Sesungguhnya kami benar-benar meluaskannya.

Dari ayat tersebut di atas jelas bahwa alam semesta ini adalah dahulunya sesuatu yang padu kemudian berpisah dan meluas sampai sekarang. Dari alam semesta yang terus mengembang ini akan menyebabkan gaya gravitasi planet melemah.

Karena massa dan energi yang ada dalam planet juga mengalami sebuah penyusutan massa yang drastis. Dari pengurangan massa ini akan menyebabkan gaya gravitasi akan semakin kecil, karena gaya gravitasi itu sendiri bergantung pada massa sebuah benda; makin besar massa sebuah benda maka semakin besar pula gaya gravitasi yang dimiliki oleh benda teresbut demikian juga sebaliknya semakin kecil massa dari benda tersebut maka semakin kecil jaga gaya gravitasi yang dimilikinya. maka apabila sangkakala di tiup sekali tiup. dan bumi dan gunung-gunung diangkat dan dibenturkan sekali bentur. maka pada waktu itu terjadilah hari kiamat. dan terbelalah langit karena pada waktu itu langit melemah (Q.S.al-haqqah ayat 13-16).

Sehingga peredaran bumi akan berhenti karena terjadi pengurangan yang terus menerus kecepatan rotasinya. Para ilmuwan menyatakan bahwa rotasi terjadi sekali dalam 24 jam. Apabila kecepatan rotasinya berkurang satu detik saja dalam setiap 120.000 tahun, maka rotasi bumi akan berkurang selama satu jam setelah berlalu masa 432 juta tahun, maka lama rotasi bumi akan berubah menjadi 25 jam sehingga lama waktu malam dan siang akan bertambah panjang. Sesuai dengan ketentuan dasar ini maka rotasi bumi harus berhenti pada suatu hari nantinya.

Apabila bumi berhenti dari peredarannya, maka sisi bumi akan terus terang benderang, sedangkan sisi lain akan terus gelap, jadi ini merupakan ketentuan allah yang bisa kita lihat pada pengaturan alam yang sempurna ini. Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar terang kepadamu? Maka apakah kamu tidak mendengar?" Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu yang kamu beristirahat padanya? Maka apakah kamu tidak memperhatikan?"(Q.S. al-Qashash ayat 71-72).

Dan dikalangan para fisikawan-pun banyak yang meragukan model alam statis einstein. Pembuktian ini pertama kali di kemukakan oleh friedman yang menyatakan bahwa model alam statis einstein (E = m.c2), tidak melukiskan alam statis yang menjadi konsensus para astronom-kosmolog, melainkan jagad raya yang dimanis. model ini kemudian dikenal sebagai model friedman.

Model alam semesta yang dinamis friedman itu adalah sebagai berikut:

1.

alam semesta mengembang dengan cukup lambat dengan interaksi gaya gravitasi di antara galaksi yang berbeda menyebabkan pengembangan menjadi lambat dan pada akhirnya berhenti. Galaksi-galaksi kemudian mulai bergerak saling mendekati dan mulai berkontraksi/mengerut. Jarak antara dua galaksi yang bertetangga mulai dari nol membesar hingga maksimum dan kemudian menurun kembali menjadi nol.
2.

alam semesta mengembang dengan sangat cepat sehingga gaya tarik gravitasi tidak akan pernah menghentikannya, meski laju pengembangan tersebut sedikit melambat. Pemisahan antara galaksi-galaksi yang bertetangga dalam model ini di mulai dari nol dan pada akhirnya menjauh dengan kecepatan tunak (steady speed)
3.

alam semesta mengembang dengan kecepatan yang cukup, hanya untuk mencegah alam semesta berkontraksi secara tiba-tiba. Kasus pemisahan ini juga dimulai dari nol, dan membesarseterusnya. Namun kecepatan galaksi-galaksi bergerak menjauh menjadi semakin kecil meski tidak benar-benar mencapai nol.

Bukti yang lain, pada tahun 1929 edwin Hubble melakukan observasi dengan menggunakan teropong terbesar di dunia melihat bahwa spektrum cahaya galaksi lain tampak menjauhi galaksi bima sakti, dengan kelajuan yang sebanding dengan jaraknya dari bumi; yang terjauh bergerak paling cepat meninggalkan bima sakti. Kejadian ini merupakan pukulan berat bagi Einstein sehingga einstein mengakui alam dinamis model friedman. Pada akhirnya para fisikawan berkesimpulan bahwa lam yang kita huni ini mengembang; volume ruang jagad bertambah besar setiap saat dan terus melakukan ekspansi.

Dari hasil analisa di atas dapat disimpulkan bahwa alam statis yang merupakan implikasi dari persamaan E = m.c2 bertentangan dengan al-Qur’an. Dan E = m.c2 itu sendiri menurut ujen zainal merupakan eksistensi dari zat tuhan yang absolot.

proses pernikahan dalam adat bima

proses pernikahan dalam adat bima

oleh: R.maghani

Direktur lembaga pendidikan rakyat sang Bima (LEMPAR SANG BIMA)

Terjadinya suatu perkawinan adalah hasil dari suatu proses yang meliputi beberapa rangkaian tahapan, yaitu perkenalan, mencari jodoh, melamar (panati), pertunangan ngge’e nuru atau batu kontu, nggempe, wa’a co’i dan upacara perkawinan. setiap tahapan mempunyai sifat dan pengaturan yang berbeda walaupun satu dengan yang lain merupakan satu kesatuan kegiatan yang pada akhirnya melahirkan suatu keluarga baru. masing-masing tahapan melahirkan pula perilaku yang berbeda terutama terhadap mereka yang wi’i nggahi (dijodohkan). ini dilakukan di rumah orang tua si gadis dengan di saksikan oleh kepala desa, penghulu dan kerabat-kerabat dekat baik dari pihak laki-laki maupun pihak perempuan. Acara ini biasanya dilakukan pada malam hari. Peresmian ini dikenal sebagai pita nggahi.Adapun segala pembiayaan dalam menjamu pada saat acara pita nggahi di tanggung seluruhnya oleh pihak keluarga laki-laki.

Sesudah acara wi’i nggahi sudah dianggap bahwa perkawinan sudah diambang pelaksanaannya.Dengan demikian pihak calon suami sudah merasa bertanggung jawab terhadap kehidupan calon istrinya seperti membantu mencarikan kayu bakar di hutan, membawakan sayur-sayuran setelah kembali dari sawah atau membantu calon mertuanya baik di ladang atau di sawah.

Setelah beberapa bulan berlangsungnya (bisa satu bulan atau beberapa bulan), maka atas perundingan kedua belah pihak di tetapkan waktu dan saat untuk membicarakan soal mahar (co’i) dan pelaksanaan perkawinan. panati sebagai utusan pihak laki-laki akan merundingkan dengan pihak keluarga perempuan. adapun co’i yang lazim di bawa oleh pihak laki-laki adalah, co’i wa’a (co’i = harga; wa’a = yang dibawa) jadi yang dimaksudkan dengan harta yang dibawa adalah ketentuan besarnya mahar yang akan dibacakan pada saat akad nikah. Yang lain adalah uma (rumah) mereka menyebut uma ruka atau ruka.uma yang dibawa beserta isinya inipun hasil perundingan penati. Dan terakhir adalah balanja riha (balanja = belanja / biaya; riha = dapur). yang dimaksud dengan balanja riha adalah uang tunai untuk biaya yang diperlukan untuk urusan dapur dalam jamuan makan dan minum dalam penyelenggaraan perkawinan tersebut. Biasanya ditambah dengan beras atau beberapa ekor kambing.

Acara selanjutnya adalah penentuan kegiatan dalam upacara perkawinan. Dalam upacara ini menyangkut kerabat dari pihak laki-laki maupun pihak perempuan. dalam hal ini maka ditentukan waktu pelaksanaannya dengan mengikutkan berbagai pihak yang berkepentingnan.maka dalam urusan ini diadakan doho sara ( musyawarah ) yaitu duduk bersama untuk membicarakan perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaannya.dalam doho sara ini orang tua si pemuda mengundang keluarga terdekat biasanya kakak,ibu serta kerabat dekat lainnya.Dalam musyawarah ini juga diputuskan waktu pelaksanaannya. Keputusan ini kamudian di beritahukan kepada pihak perempuan melalui penati. setelah penati memberitahukan kepada pihak perempuan, maka pihak perempuanlah yang menentukan waktu pelaksanaannya.Dalam hal ini keputusan keluarga perempuan sangat menentukan karena menyangkut persiapan dan pembiayaan.Di pihak gadis pun melaksanakan doho sara dengan kerabat dekatnya.Keputusan doho sara di pihak perempuan akan diketahui berapa kesepakatan dari masing-masing keluarga untuk acara teka rane’e (sumbangan) baik oleh pihak keluarga laki-laki maupun keluarga perempuan. Dalam setiap acara doho sara baik si pemuda maupun si gadis tidak ikut serta dalam acara itu. Mereka hanya menerima keputusan keluarga. Apa yang diputuskan oleh keluarga, itu pula yang mereka ikuti.

Dengan demikian yang dimaksud dengan proses perkawinan adalah berbagai kegiatan yang dilakukan sejak dua orang muda-mudi mulai berkenalan sampai mereka menjadi suami-istri dan mencapai kemandirian sebagai suatu keluarga yang berdiri sendiri.dalam keseluruhan pentahapan proses ini pihak laki-laki mengambil inisiatif.sedangkan,pihak perempuan pada dasarnya pasif menunggu sampai di datangi oleh penati untuk dilamar.

Adapun beberapa tahapan yang harus dilakukan seseorang bila ingin menikah di bima (Mbojo) yaitu sebagai berikut:

1.

Perkenalan

Orang-orang yang tinggal dalam satu kampung pada umumnya mengenal satu sama lain.sejak kecil mereka sudah mulai bermain bersama.setelah mulai remaja mereka ikut mengerjakan ladang, mengangkat padi, memetik sayuran dan sebagainya. mulai masa peralihan menjadi remaja, terjadi perubahan sikap dalam pergaulan mereka.mereka mulai merasa berbeda sebagai laki-laki dan perempuan.sudah timbul perasaan malu antara satu dengan yang lain dan mereka tidak lagi mau bermain seperti sebelumnya.akan tetapi, sekaligus timbul tertarik satu sama lain.perasaan tertarik antara seorang pemuda dan pemudi menimbulkan keinginan untuk saling bertemu. ada berbagai kesempatan yang dapat mereka gunakan untuk itu, seperti acara pesta perkawinan, di sekolah, saat bercocok tanam atau pada saat upacara adat.

Muda-mudi desa Karumbu dalam masa pacaran tidak mungkin untuk lebih banyak bergaul seperti umumnya orang berpacaran.seperti seorang laki-laki berkunjung ketempat pacarnya atau sebaliknya.seorang pemuda akan segan naik uma tempat tinggal pacarnya. demikian sebaliknya seorang gadis sangat takut menjamu pacarnya dirumah dengan disaksikan oleh orang tua dan keluarganya

Kalau mereka ingin bertemu biasanya mereka membuat janji melalui seorang perantara, biasanya adik sendiri, adik pacarnya atau keluarga sendiri yang sudah dipercayai. Kalu keluar malam biasanya si gadis mengenakan rimpu mpida (menutup seluruh anggota badan dengan sarung dan hanya bagian mata yang di biarkan terbuka). mengenakan rimpu mpida ini bisa memudahkan seorang gadis memberikan isyarat kepada kekasihnya.

2.

Memilih Jodoh

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa muda-mudi desa karumbu sebelum melangsungkan pernikahan melalui dulu masa pacaran. kalau dalam proses pacaran ada kecocokan dan kedua orang tua ada kata sepakat untuk menikahkan anak mereka, maka tinggal menikahkan saja. tapi kadang pilihan anaknya sendiri belum tentu sampai menjadi nikah. sering terjadi orang tua menjodohkan anaknya dengan gadis lain. biasanya orang tua sudah mempunyai beberapa gadis dari kerabat ( keluarga ) yang dapat di jadikan jodoh anaknya. si anak disuruh memilih saja mana yang disukai atau orang tua langsung menentukan pilihan jodoh anaknya.anak hanya diminta untuk menyetujui saja.anak gadis yang dipilih itu dianggap cocok dengan anaknya, karena mereka berkerabat dan sudah dikenal.anak biasanya mengikuti saja orang tuanya dan segera berkenalan dengan gadis pilihan orang tua itu.

derajat status social menjadi sesuatu yang penting bagi masyrakat desa karumbu. status pekerjaan seseorang apalagi pegawai negeri misalnya akan sangat menentukan berhasil tidaknya meminang anak gadis seseorang. kadang-kadang kemampuan ekonomi atau kesanggupan membayar mahar sering kali dikesampingkan jika ternyata pemuda yang melamar orang yang berstatus lebih tinggi atau seorang pegawai negeri. untuk pegawai negeri ini tidak terlalu penting tingkat golongannya atau berapa gaji yang dia peroleh.yang penting dalam hal ini gengsi keluarga akan terangkat. Maka tidak heran dalam urusan pegawai negeri ini umumnya orang bima mencita-citakan anaknya bisa menjadi pegawai negeri dengan cara apapun.

Dengan demikian semakin banyak gadis-gadis bima yang menginginkan kawin dengan orang-orang pendatang yang bekerja asebagai pegawai seperti guru, polisi, tentara dan lain-lain. dalam hal ini soal mas kawin sudah kurang lagi diperhatikan, karena status social suami jauh lebih penting dari co’i ( mahar ) atau harta benda lainya yang dipersyaratkan oleh adat.

3.

panati

Setelah muda-mudi saling kenal atau pacaran maka pihak laki-laki-laki akan membicarakan itu lebih lanjut dengan kedua orang tua beserta kerabatnya. Setelah orang tua atau kerabatnya setuju maka pihak laki-laki akan meminta kepad orang tua atau keluarganya untuk segera melakukan panati (melamar) kepada pihak perempuannya. Panati ini dilakukan oleh orang-orang tertentu dan terpandang dalam masyarakat desa karumbu.

4.

ngge’e nuru atau batu kontu

lao nuru ( lao= pergi; nuru=ikut ) yaitu kewajiban seseorang calon menantu laki-laki untuk tinggal di rumah keluarga tunangannya selama mereka masa tunangan.hal ini dimaksudkan sebagai ujian dan cobaan mengenai ketabahan menantu tersebut dihadapan keluarga tunangannya. pada masa tersebut seorang menantu wajib menolong dengan mengerjakam segala pekerjaan pertanian calon mertua, seperti harus ikut bekerja di ladang (oma), disawah (tolo). Ia harus terlibat dalam segala kegiatan .tidak ada istilah pulang kerumah dengan tangan kosong. kalau si laki-laki pergi kehutan, selalu pulang ke rumah dengan membawah kayu bakar, kalau pergi kekebun harus mambawa hasil kebun. bila selama dalam masa ujian ini si pemuda tidak memenuhi syarat menurut adat yang berlaku, maka pihak keluarga perempuan berhak untuk memutuskan hubungan pertunangan mereka. Sebaliknya, bila keluarga perempuan karena satu dan lain hal yang bukan atas kesalahan calon menantunya mencari jalan untuk memutuskan hubungan tersebut sehingga benar-benar terjadi keretakkan hubungan yang menyebabkan putusnya tunangan, maka pihak keluarga lelaki dapat menuntut segala kerugian baik mengenai pengeluaran-pengeluaran sejak pita nggahi, sampai dengan biaya dan tenaga selama ngge’e nuru atau batu kontu, karena tindakkan pihak keluarga perempuan tersebut dapat dianggap pemerasan belaka, juga ditimpakan ganti rugi yang sama apabila selama masa tersebut terjadi selarian antara si gadis dengan pemuda lain, justru kelengahan dan kelalaian orang tua perempuan yang tidak berhati-hati menjaga anak gadisnya yang menjadi tanggung jawab dia selama masa-masa tersebut.setelah ada kata sepakat antara kedua belah pihak, maka di tentukan hari pernikahan.

5.

nggempe

Sebelum acara menjelang perkawinan kedua calon pengantin berada dalam masa nggempe ( pingitan ) lebih kurang lima hari dan tidak boleh menampakkan diri didepan umum. Dan biasanya mereka mendapat perawatan dari ina bunti yaitu ahli rias tradisional. Sedangkan yang laki-laki akan di beri pengarakan oleh sesepuh adat semua yang berkaitan dengan kehidupan rumah tangga seperti cara mendidik anak, istrim bercocok tanam dan prilaku setelah menjadi kepala rumah tangga.

6.

Wa’a co’i

Dalam arti harafiah wa’a berarti membawa, co’i berarti harga. Artinya yang umumnya adalah pengantaran barang dan uang yang menjadi mas kawin dalam perkawinan. Acara wa’a co’i ini selalu dihadiri oleh kedua calon pengantin putra-putri dan disaksikan oleh pemuka masyarakat seperti kepala desa, imam, lebai dan kerabat kedua belah pihak.upacara wa’a co’i ( pengantar mahar ) ini biasanya pihak keluarga perempuan sudah mengundang keluarga-keluarga dekatnya atau orang-orang di kampung untuk menyambut kedatangan rombongan. Sebaliknya pihak laki-laki mengundang keluarga dekat atau kenalan-kenalan dekatnya untuk mengantarkan secara beramai-ramai mahar ke rumah perempuan. Acara ini biasanya dilakukan sore hari. Itu tergantung jauh dekat dekatnya rumah perempuan. Dalam rombongan ini biasanya ibu-ibu berjalan di depan kemudian anak-anak membawa sinto.kemudian disusul bapak-bapak dan terakhir rombongan yang membawa bermacam-macam keperluan dapur seperti : beras, sayur-sayuran, buah-buahan, kayu bakar dan beberapa ekor kambing dan kerbau. Mengenai perkakas rumah tangga seperti tempat tidur, lemari, meja, kursi dan lain-lain, ada yang dibawa pada saat rombongan itu, tapi ada berupa uang tunai sesuai dengan harga barang-barang itu.

Setelah para rombongan pengantar mahar tiba dirumah orang tua calon pengantin putri, biasanya mereka diterima oleh orang tua calon putrid dan mereka dipersilahkan bergabung dengan para tamu-tamu undangan dari pihak perempuan sendiri. Biasanya pihak perempuan sudah membangun paruga (bangunan non permanent yang bertiang bamboo yang khusus dibuat untuk keperluan tersebut atau diperuntukkan acara resepsi pernikahan) disamping rumah untuk menerima keadaan para pengantar mahar dari pihak laki-laki. Didalam paruga biasanya para pengantar mahar duduk berhadapan dengan keluarga dan para tamu undangan dari pihak perempuan biasanya yang menjadi ketua rombongan pihak laki-laki adalah Penati. Biasanya yang sudah hadir lebih dahulu dipihak perempuan adalah kepala desa, lebe dam orang-orang yang dituakan kemudian penati sebagai ketua rombongan dari pihak laki-laki akan menjelaskan mengenai hasil perundingan dengan pihak keluarga perempuan mengenai besar kecilnya mahar dengan dibuktikan pengantarannya pada saat itu. Kemudian barang-barang yang akan diserahkan kemudian dihitung dan disaksikan oleh kepala desa, dan pemuka masyarakat lainnya. Apabila barang yang sudah diperiksa ternyata sesuai, maka kepala desa mengumumkan pada hadirin atau undangan tentang semua barang-barang mahar yang diterima pada hari itu telah sesuai dengan perundingan antara kedua belah pihak. Setelah upacara selesai para tamu undangan dijamu dengan kue-kue dan minum teh.

7.

Upacara Perkawinan

Dalam pelaksanaan upacara perkawinan ini ada beberapa tahap yaitu sebagi berikut

1.

Kapanca

Upacara ini biasanya dilakukan sebelum akad nikah. Biasanya dilakukan di uma, yaitu proses membubuhi daun pacar yang telah digiling halus pada seluruh ujung jari-jari tangan dan kaki pengantin laki-laki-laki. Yang mulai membubuhi yang pertam biasanya kepala desa kemudian diikuti oleh lebe kemudian orang tua yang berpengaruh didesa. Demikian pula pengantin putri dilakukan oleh istri-istri mereka diatas kemudian tamu wanita lainnya. Dalam upacara ini baik pengantin laki-laki dan perempuan tidak berada didalam ruang yang sama.

Setelah selesai upacara kapanca, para undangan yang hadir membacakan do’a yang dipimpin oleh lebe (penghulu). Kemudian para tamu dijamu dengan minuman teh atau kopi dan kue-kue kecil. Dan upacara kapancapun usai. Kemudian peng antin laki-laki kembali kerumahnya bersama undangan lainnya.

2.

Dende

Upacara mengantarkan pengantin putra kerumah pengantin putri. Dalam upacara ini pengantin putra mengenakan jas dan kopiah hitam. Biasanya dia diampit oleh kelurga dekat dan diiringi oleh rombongan baik tua, remaja dan anak-anak. Dalam upacara ini biasanya diiringi hadrah agar menambah meriah suasana. Dan biasanya orang-orang desa yang dilalui oleh para pengantar pengantin putra ikut bergabung menuju kerumah pengantin perempuan.

3.

Akad Nikah

Acara inti adalah acara akad nikah. Pada umumnya akad nikah di desa dilaksanakan di uma panggung. Yang datang biasanya kepala desa, wali (ayah) calon pengantin putri, calon pengantin pria dan beberapa undangan dan keluarga. Dalam pelaksanaannya adalah wali pengantin putri memegang tangan calon pengantin pria seperti dalam keadaan bersalaman sambil membaca Istigfar tiga kali kemudian mereka membaca sahadat. Setelah itu calon mertua atau wali mengucapkan ijab.

Setelah akad nikah selesai, maka resmilah calon pengantin tadi menjadi suami istri. Kemudian pengantin pria bangkit dari duduknya kemudian menyalami wali, kepala desa, dan seluruh tamu undangan. Kedua pengantin ini dinamakan bunti yaitu pasangan yang baru menikah.

Pada malam harinya diadakan pesta pernikahan. Biasanya orang tua kedua mempelai sudah merundingkan siapa-siapa yang harus diundang. Biasanya yang pertama-tama kerabat dekat baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan baik yang tinggal di desa maupun yang agak jauh yang sudah menetap dikota. Teman-teman kedua mempelai juga diundang, orang-orang yang di tuakan atau orang penting di desa.

Biasanya dalam upacara pernikahan selalu di iringi musik tradisional dan kadang-kadang diundang pengesek biola untuk acara rawa mbojo (pantun). Khusus acara tradisional selalu dimainkan tiap malam baik sebelum acara pernikahan maupum pada acara inti yaitu pada saat acara pernikahan. Masyarakat di desa-desa sekitar berbondong-bondong menyaksikan kemeriahan acara itu.

Dengan selesainya acara akad nikah ini maka pasangan tersebut sudah bisa melaksanakan rutinitas sebagai sebuah keluarga seperti pada umunya.

Alam: sebuah Renungan…….

Alam: sebuah Renungan…….

Menikmatimu
dan menggaulimu atau apapun bahasanya merupakan satu rutinitas yang
bisa membuatku sedikit rileks dari kepenatan hidup sehingga aku bisa
mengendurkan ketegangan saraf yang begitu lelah dan seringkali terasa
demikian berat. Tidak jarang kesantaian itu berkembang menjadi
kesenangan rutin yang lalu melahirkan kerinduanku yang luar biasa
padamu, pada keteraturanmu dan sekarang aku disini di puncak bukit
patuk
gunung
kidul
jogjakarta
aku kembali bersamamu, yang walaupun akhir-akhir ini engkau sedang
marah tapi tidak sedikitpun menghilangkan kekagumanku padamu…

Dan di balik
amarah sekaligus keindahan estetikmu itu membuat kami sadar, engkau
sedang mengajari kami dengan penuh bijaksana, karena di balik itu
semua (keindahan visualmu yang begitu menawan, amarahmu yang
menggetarkan) engkau sedang mengingatkan bahwa kami harus bisa dan
mampu mengelupas demi lapis pesanmu untuk sampai pada esensi dari
kehadiranmu.

Seperti saat
ini engkau telah dan sedang mengajariku:

Dengan
seijin-nya,
Sekarang aku bisa memahami…Sarang burung di pucuk pohon itu bukan
sekedar tempat mengeram telur tetapi di sana aku lihat dan mengerti
bagaimana sang jantan selalu saja memilih jerami terindah diselingi
warna menawan untuk memikat betinanya, dengan begitu engkau telah
memberiku inspirasi bagaimana menyelami dan mengauli hati seorang
hawa, hati seorang sahabat dan hati hitam seorang musuh……

Dengan
seijin-nya,
Sekarang aku sadar dan bisa memahami bahwa padang rumput bukan
sekedar hamparan permadani lembut yang nyaman tetapi disana aku
lihat dan mengerti bahwa kehijauannya memerlukan terlebih dahulu muka
bumi yang bergolak selama berjuta-juta tahun, dengan begitu engkau
telah memberiku inspirasi dan sebuah teguran yang bijaksana
bahwasanya aku tidak akan bisa hidup tampa keluarga, kekasih,
sahabat, relasi, dan basis massa yang jelas mereka semua adalah
pendukung dan merupakan arus utama dalam hidupku, mereka adalah
permadani hidupku…..

Dengan
seijin-nya, Sekarang aku bisa memahami…Ribuan bintang di langit
malam bukan lagi kerlap-kerlip cantik jika kita mengerti bagaimana
selama bermilyar-milyar tahun seonggok awan raksasa tanpa bentuk
berputar dahsyat, memilin, dan mengerut, untuk menghadirkan gemerlap
malam yang tak terjamah itu, dan kali inipun engkau mengingatkanku
bahwa hidup adalah perjuangan dan semuanya itu adalah butuh proses,
jangan pernah untuk putus asa karena sinar dan cahaya bintang di
langit juga proses ribuan tahun untuk bisa dilihat dan nikmati
keindahannya.

Dan sekarang
bersama Padang rumput, cahaya bintang-bintang, dan samarnya malam
menjadi saksi dari keyakinanku bahwa suatu saat aku bisa mewujudkan
mimpi-mimpiku termasuk di dalamnya untuk meminangmu………..

Tuhan
engkau
maha
bijaksana
menciptakan alam dan seorang hawa dengan segala misterinya…….

(dalam
kesendirianku di bukit bukit
patuk,
21 februari
2008).

Waktu.

Waktu.
oleh r.maghani

sebuah renungan yang mendasar dan membuatku terhenyak ketika beberapa hari yang lalu dalam emailku ada pesan masuk, dari seorang sahabat, dia mengingatkanku tentang waktu. Waktu kata sahabat ini bergerak seiring dengan kecepatan cahaya dalam sebuah ruang, dan dalam kecepatan itu juga waktu melahirkan berbagai macam berkah, hidayah ataupun masalah. Tergantung dari manusia yang melakoni waktu karena waktu berbanding lurus dengan berkah, hidayah ataupun masalah. Semakin panjang waktu yang kita dapatkan maka semakin banyak juga kesempatan untuk menadapatkan itu semua.
Dan akhirnya aku berpikir ternyata modal bagi kita dalam mengarungi kehidupan di dunia adalah waktu. waktu yang sangat singkat, denyut-denyut jantung yang terbatas, dan hari-hari yang terus berganti yang diberikan oleh allah akan menjadi suatu keberuntungan, jikalau mau memanfaatkan kesempatan dan detik-detik waktu tersebut untuk kebajikan.
Karena pada hakekatnya waktu bagi kita adalah usia. Waktu adalah inti hidup yang abadi. Berjalannya waktu, tak ubahnya seperti awan. Jika waktu dimanfaatkan untuk Allah dan menyembah-Nya, maka itulah nilai yang paling mahal untuk umurnya. Dan apabila waktunya dimanfaatkan untuk hal yang tak berguna, maka nilai umurnya tak lebih seperti umur binatang. Dan kematian baginya lebih baik daripada hidupnya.

Allah berfirman : "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kebenaran." (Al Ashr: 1-3).

Hari demi hari silih berganti, malam demi malam saling mengikuti, dan begitu seterusnya. Dan manusia adalah musafir yang sedang menelusuri perjalanan yang ditemani waktu hingga sampai pada titik akhir perjalanan. Dan setiap orang adalah bagian dari kafilah umat yang terus berjalan silih berganti dari generasi ke generasi dan berakhir pada suatu tempat yaitu surga dan neraka. Seorang musafir yang bijak, pastinya menyadari bahwa perjalanan adalah tugas berat dan penuh tantangan yang tidak mungkin untuk dapat dinikmati dengan indah. Sebab kenikmatan akan ada setelah ia sampai ke tempat tujuan. Dan ia pun akan menyadari bahwa setiap detik yang dilaluinya dan setiap kaki yang melangkah dalam perjalanannya tidak mungkin berhenti. Sehingga Ia pun harus terus mempersiapkan diri dengan bekal yang cukup.
Maka dari itu kita perlu merenungkan sebuah pesan jujur dan nasehat yang mulia pernah terlontar dari seorang Fadhil bin Iyadh, ia berkata : "Berpikirlah dan berkaryalah sebelum datang penyesalan. Jangan terpesona oleh gemerlap dunia, karena dunia pasti akan menipunu !".wallahualam bishsyahab

MENGENANG HATTA UNTUK REPUBLIK INDONESIA TIMUR

MENGENANG HATTA UNTUK REPUBLIK INDONESIA TIMUR

Oleh: r.maghani – sekjend dpp front perjuangan mahasiswa Indonesia timur

Prolog

Melihat kembali lembaran sejarah pada zaman pra-kemerdekaan merupakan titik tolakuntuk meninjau relevansinya terhadap masa kini, meninjau kadar kekiniannya. Dimana pada tahun 1923, Muhammad hatta mengeluarkan sebuah statement bahwa tiap-tiap orang Indonesia harus berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapai maksud itu dengan kekuatan dan kemampuannya sendiri, terlepas dan bantuan orang lain.lebih lanjut hatta mengatakan Dengan memakai prinsip non-kooperatif, Indonesia diharapkan untuk menyandarkan diri pada kekuatan sentdiri, yaitu suatu kebijaksanaan berdiri di atas kaki sendiri. Dan sudah saatnyalah kita untuk mengumandangkan perasaan hormat pada diri sendiri ke dalam kalbu rakyat Indonesia. Sebab hanya suatu bangsa yang telah menyingkirkan perasaan tergantung saja yang tidak takut akan hari depan. Hanya suatu bangsa yang faham akan harga dirinya maka cakrawalanya akan terang-benderang. Hatta ingin mendidik bangsanya sendiri dan membuatnya kukuh kuat. Dan untuk dapat melaksanakan gerakan non-kooperatif di Indonesia, hatta menyrankan kepada masyarakat Indonesia agar bersiap diri menghadapi kesulitan-kesulitan politis dalam kehidupan masa depan mereka, seperti penahanan-penahanan, penjara, pembuangan, dan sebagainya dan oleh Sartono Kartodirdjo disebut sebagai Manifesto Politik 1925 dan sumpah Pemuda 1928 merupakan pengumandangan (amplification) dimensi-dimensi Manifesto Politik 1925 .

dimana hakikat manifesto itu antara lain : (1) perjuangan memperoleh otonomi, mencapai kemerdekaan Indonesia, (2) pemerintahan yang dipegang dan dipilih oleh bangsa Indonesia sendiri, (3) kesatuan sebagai syarat perjuangan mencapai tujuan, (4) menolak bantuan dari pihak penjajah atau pihak lain manapun.

Asas Kerakyatan hatta mengandung arti, bahwa kedaulatan ada pada rakyat. Segala Hukum (Recht, peraturan-peraturan negeri) haruslah bersandar pada perasaan Keadilan dan Kebenaran yang hidup dalam hati rakyat yang banyak, dan aturan penghidupan harus sempurna dan berbahagia bagi rakyat kalau ia beralasan kedaulatan rakyat. Asas kedaulatan rakyat inilah yang menjadi sendi pengakuan oleh segala jenis manusia yang beradap, bahwa tiap-tiap bangsa mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri Kemudian Mohammad Hatta menegaskan pula: “…Supaya tercapai suatu masyarakat yang berdasar Keadilan dan Kebenaran, haruslah rakyat insaf akan haknya dan harga dirinya. Kemudian haruslah ia berhak menentukan nasibnya sendiri dan perihal bagaimana ia mesti hidup dan bergaul. Pendeknya, cara mengatur pemerintahan negeri, cara menyusun perekonomian negeri semuanya harus diputuskan oleh rakyat dengan mufakat

Menolak Subordinasi dan Humiliasi

Kemandirian ekonomi telah menjadi tuntutan politis bagi republik Indonesia timur. Kemandirian adalah bagian integral dan makna merdeka itu sendiri. Tidak ada kemerdekan yang genuine tanpa kemandirian. Apabila kemerdekaan memiliki suatu makna, ada!ah karena kemandirian memberikan martabat bagi bangsa yang memangku kemerdekaan itu. Martabat bangsa merdeka tidak tergantung pada bangsa lain, tidak berada dalam protektorat tidak dalam posisi tersubordnasi. Kemandirian adalah martabat yang diraih sebagai hasil perjuangan berat menuntut onafhankelijkheid dari ketertaklukan, dari humiliasi dan dehumanisasi sosial-politik serta sosial-kultural. Mencapai kemandirian menjadi penegakan misi suci yang kodrati.

Kemerdekaan, kemandirian dan martabat suatu bangsa memperoleh hakikat rahmatan lil alamin yang hanya dapat dipahami oleh bangsa yang mampu mengenal harga diri dan percaya diri. Humanisme, humanisasi dan emansipasi diri semacam ini bersumber pada taukhid. Ketidakmandirian atau afhankelijkheid menyalahi kodrat menjaga martabat dan harga din sebagal khalifatullah.

Peradaban pasca Zaman Kegelapan mampu melahirkan dan sekaligus menghormati Magna Charta Libertatum yang dipancangkan di Abad Pentengahan (1215) sebagai awal semangat demokrasi dan partisipasi rakyat dalam pemerintahan dan kekuasaan negara, yang berkelanjutan dengan lahirnya Bill of Right Britania (1689). Linier dengan ini kita mengenal pula dalam jajaran peradaban modern Declaration Des Droits De L’Homme Et Du Citoyen yang kemudian menjadi Preambul UUD Perancis 1791 (Mohammad Hatta telah mengulas declaration ini dengan tajam di Daulat Ra’jat 30 November 1931). Tentu declaration Perancis ini berpengaruh langsung terhadap lahirnya The Declaration of Independence Amerika Serikat yang awalnya dinyatakan oleh Thomas Jefferson, yang membuahkan dalil unalienable rights of life, liberty and the pursuit of happeness, bahwa all men are created equal. Bagi Mohammad Hatta yang berjiwa pembebasan dan demokrasi, tidak sulit pula berdasarkan keyakinan yang sama untuk memanfaatkan doktrin Woodrow Wilson tentang the right of self-determination, yang kemudian masuk ke dalam Leage of Nations Covenant dan selanjutnya lebih terelaborasi dalam The United Nations Charter. Peradaban modern ini nampak pula ikut mewarnai titik-tolak perjuangan Mohammad Hatta.

Masa jajahan adalah masa subordinasi, diskriminasi dan humiliasi di segala bidarig kehidupan. Mengakhiri masa jajahan adalah mengakhiri subordinasi dan diskriminasi - menegakkan emansipasi. Oleh karena itu untuk mengakhiri kejahatan sosial-politik, sosial-kultural dan sosial-ekonomi itu, tidak ada istilah “belum matang” untuk merdeka.

“… Merdeka tidak tergantung pada jumlah jiwa yang melek huruf, tetapi pertama-tama adalah soal adanya lembaga-lembaga demokrasi dan semangat kaum intelektualnya … Indonesia dapat memenuhi kedua syarat ini. Semboyan ‘tidak masak’ (untuk merdeka) adalah suatu khayalan Belanda untuk meninabobokan hati nuraninya yang gelisah dan menutupi keserakahannya maka mungkin sekali ia akan bertanya, apakah sebab negara-negara seperti Liberia, Abessinia, Hejaz, Yemen dan lain-lain ‘masak’ untuk memerintah sendiri, padahal di bidang kebudayaan dan kecerdasan negara-negara itu jelas terbelakang dibandingkan dengan Indonesia? … Apa yang dilakukan oleh Amerika untuk Filipina dalam waktu hanya 18 tahun, tidak dapat dicapai oleh Nederland setelah tiga abad

Selanjutnya Mohammad Hatta dengan tepatnya menyatakan bahwa mungkin karena negara-negara yang menjadi merdeka dan berdaulat itu gurun pasirnya tidak dapat menghasilkan minyak, tembakau ataupun gula dan seterusnya. Jelaslah bahwa “tidak masak” untuk memerintah sendiri adalah karena adanya kekayaan di bawah bumi dan produk-produk pertanian yang melimpah ruah

Dengan demikian, maka setelah Indonesia mencapai kemerdekaan dan berdaulat dalam politik, di bidang ekonomi Mohammad Hatta menegaskan perlunya terselenggara kemandirian ekonomi dengan cara segera merestruktur perekonomian Indonesia, merubah Indonesia dari posisi “export economie” di masa jajahan, yang menempatkan Hindia Belanda sebagai onderneming besar dan penyediaan buruh murah dengan cara-cara eksploitatif, menjadi perekonomian yang mengutamakan peningkatan tenaga beli rakyat dan menghidupkan tenaga produktif rakyat berdasar kolektivisme, yang artinya “sama sejahtera

Relevansi Kewaspadaan Bung Hatta

Sistem dan praktek perekonomian zaman jajahan telah “memutar ujung menjadi pangkal”, membentuk ekonomi Hindia Belanda sebagal “export economie’, yang bertentangan dengan dasar perekonomian untuk mencukupi keperluan hidup rakyat. Menurut Mohammad Hatta ekspor adalah untuk membayar impor. Inilah tugas “merubah ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional” untuk melepaskan ketergantungan ekonomi nasional terhadap ekonomi negara-negara industri pengimpor bahan mentah. Dari sini jelaslah bahwa Mohammad Hatta (dan juga Sukarno) tergolong tokoh-tokoh strukturalis paling awal di Abad ke-20.

Peringatan Mohammad Hatta agar tidak “memutar ujung menjadi pangkal” banyak dikumandangkan oleh Adi Sasono dan Sritua Arief menjadi platform Dekopin, dalam rangka mewujudkan semangat kemandirian di lingkungan ekonomi rakyat. Pernyataan Mohammad Hatta ini sekaligus merupakan kewaspadaannya terhadap ancaman akan neo-kolonialisme dan kolonialisme ekonomi. Sritua Arief dalam berbagai bukunya mengenai kebijaksanaan ekonomi Indonesia mempertegasnya melalul analisis teoritis, yang didukung oleh kenyataan-kenyataan empirik berbagai negara berkembang, bahwa ekspor baru dapat berperan besar di dalam perkembangan dan pertumbuhan ekonomi nasional setelah pasaran dalam-negeri berkembang lebih dahulu. Dengan kata lain, ekspor merupakan konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi dalam-negeri, bukan sebaliknya. Mohammad Hatta mengantisipasikan sejak sebelum Indonesia merdeka, bahwa pada akhirnya, untuk situasi Indonesia, pertumbuhan ekspor tidak ada hubungannya dengan pertumbuhan kemakmuran rakyat, apalagi kalau sektor ekspor secara substansial dikuasai oleh pihak asing

Dan hasil penelitian Singer (1982), Jung dan Marshall (1985) di negara-negara berkembang telah memberikan basis empirik terhadap antisipasi Mohammad Hatta sebagaimana yang dikutibkan oleh Sritua Arief. Pasaran dalam-negerilah yang harus memperkukuh fondamental ekonomi Indonesia, yaitu fondamental ekonomi yang grassroots-based, yang berbasis pada kekuatan rakyat dalam-negeri.

Mohammad Hatta tajam dalam melihat ke depan. Pandangannya yang berorientasi pada kekuatan pasar dalam-negeri yang didukung oleh tenaga beli rakyat, tidak menjuruskannya terperosok ke dalam paham isolasionisme ekonomi. Ia bahkan telah meramalkan globalisme dan globalisasi masa depan. Ia tidak menolak interdependensi ekonomi internasional, yang ia tentang adalah dependensi ekonomi nasional Indonesia terhadap ekonomi internasional yang selalu diwaspadainya. Sejak awal kemerdekaan (Pidato Wakil Presiden 3 Februani 1946) Mohammad Hatta menegaskan ulang bahwa pembangunan perekonomian Indonesia yang kita hadapi adalah (1) Soal ideologi: Bagaimana mengadakan susunan ekonomi yang sesuai dengan cita-cita tolong-menolong. (2) Soal praktik: Politik perekonomian apakah yang praktis dan perlu dijalankan dengan segera di masa datang ini. (3) Soal koordinasi: Bagaimana mengatur pembangunan perekonomian Indonesia supaya pembangunan itu sejalan dan bersambung dengan pembangunan di seluruh dunia. (Butir terakhir mi menunjukkan banwa globalisasi telah sejak awal kemerdekaan diantisipasi oleh Mohammad Hatta, sejalan dengan tulisan-tulisannya sejak tahun 1934

Bagi Mahammad Hatta, kemandirian bukan pengucilan diri, kemandirian bisa dalam ujud dinamiknya, yaitu interdependensi. Dalam interdependensi global dan ekonomi terbuka Mohammad Hatta tetap teguh mempertahankan prinsip independensi, yaitu bahwa dengan memberikan kesempatan pada bangsa asing menanam modalnya di Indonesia, namun kita sendirilah yang harus tetap menentukan syarat-syaratnya. Sikap Mohammad Hatta ini acapkali diungkapkan oleh Soebadio Sastrosatomo, Sritua Anief dan Frans Seda dalam acara-acara peringatan rutin 12 Juli ataupun 12 Agustus. Kemandirian bermakna dapat menentukan nasib diri sendiri, menentukan sendiri apa yang terbaik bagi kepentingan nasional, tanpa mengabaikan tanggung jawab global.

Pendirian “Benteng Group” pada tahun 1950-an merupakan tujuan mulia untuk memandirikan dan memajukan perekonomian kelompok anak-negeri. Sayang sekali kepentingan partai sempat menumbuhkan nepotisme sempit yang merusak seleksi dan rekrutmen. Yang terbentuk adalah pengusaha-pengusaha “jago kandang” yang dengan mudah melepaskan kesempatan emas untuk “menjadi tuan di negeri sendiri” kepada kaum non-pribumi yang sudah lama siap menunggu. Maka jadilah pengusaha-pengusaha “Benteng Group” akibatnya pengusaha-pengusaha “aktentas” yang “Ali-Baba”.

Aknirnya pengalaman dalam bisnis-ekonomi sebagai modal utama, berpindah tangan. Mereka yang meraih pengalaman ini muncul menjadi komunitas eksklusif yang sangat mapan dan tangguh. Pemerintah tidak bisa lagi mengabaikannya sebagai kekuatan nasional baru dan tidak pula bisa menolak keberadaannya. Di sinilah awal dan babakan baru, “bulan-madu” antara Pemerintah dan swasta kuat. Lambat laun fenomena ini berkembang menjadi suatu kolaborasi kolusif, yang makin menonjol pada awal tahun 1980-an, sebagai awal dan apa yang saat ini kita kenal dengan KKN.

Lebih dari itu, mentalitas dan moralitas birokrasi makin terjebak dalam komersialisasi jabatan sebagai abdi negara. Birokrasi makin “lengah-misi” dan rela kehilangan harga diri. Lebih dari itu terbentuk pula kekaguman terhadap sekelompok pengusaha eksklusif ini. Lalu birokrasi memberikan kepada mereka posisi strategis sebagai lokomotif pembangunan. Kekaguman birokrasi terhadap ideologi pasar-bebas dan globalisasi pun makin sulit dibendung dan ini menambah persoalan. Birokrasi yang bertingkah laku budaya sebagai “pangreh” ini makin memperpuruk diri. Dari “lengah misi” itulah bertumbuh sindroma “lengah-budaya

Pola Produksi dan Tugas Restrukturisasi

Birokrasi yang lengah-budaya ini besar pengaruhnya dalam kehidupan ekonomi. Mewujudkan cita-cita kemandirian ekonomi, “membalik pangkal menjadi ujung kembali”, secara struktural merubah ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional artinya dengan secara sadar membentuk pola produksi nasional (pattern of production) yang berbasis sumber daya dalam-negeri sendiri, sama sekali terabaikan. Sektor manufacturing tanpa banyak diketahui tahu-tahu sudah makin tergantung pada luar-negeri, menjadi import dependent. Industri Indonesia yang makin besar porsinya dalam GDP makin menjadi kepanjangan tangan dari industri luar-negeri. Tingginya import contents (foreign contents) di dalam produk-produk manufaktur lebih merupakan ujud dependensi daripada ujud interdependensi dalam perdagangan luar-negeri Indonesia.

Tingginya import contents dalam produk-produk manufaktur kita, bukan saja karena kita tidak membangun ekonomi sesuai dengan kekayaan alam kita (resources based), tetapi adalah pula pengaruh dart para juragan “import-business” yang mempunyai kepentingan ekonomis secara mikro, yang acapkali bertentangan dengan upaya restrukturisasi ekonomi makro. Di berbagai tulisan, penulis telah membeberkan tentang peran sekelompok importir dan birokrat sebagai komprador asing, yang sadar atau tidak sadar mendistorsi usaha-usaha restrukturisasi ekonomi secara makro. Namun tidak mustahil bahwa ide restrukturisasi memang tidak dikenal atau tidak merupakan suatu political will yang nyata dan birokrasi (dan teknokrat) kita.

Tentu demikian pula, sama lengahnya kita dalam membentuk pola-konsumsi nasional. Konsumsi masyarakat makin terdikte untuk mengkonsumsi barang dan jasa yang padat import-contents, yang tentunya atas beban ekonomi nasional. Import mindedness merajalela, demonstration effect yang konsumtif makin menjadi-jadi berkat hebatnya perang pasar dan periklanan canggih. Besarnya ketergantungan sektor manufaktur terhadap import-contents merupakan salah satu penyebab utama mengapa krisis moneter dengan hebatnya menerpurukkan perekonomian nasional, khusus perekonomian besar dengan segala dampak berentengnya itu. Kita menjadi kepanjangan tangan.

Oleh karena itu, kita tetap harus dapat dengan cermat membedakan antara upaya economic recovery (ala IMF dan kaum neo-klasikal) dengan reformatory economic recovery (makro) yang mengandung tujuan restrukturisasi ekonomi, yaitu mengatasi ketimpangan-ketimpangan struktural.

Keterjebakan Hutang dan Dependensi Indonesia

Penguasaan surplus ekonomi oleh pihak asing dan kompradornya di Indonesia terhadap strata bawah dalam struktur sosial dan konstelasi ekonomi, bukanlah sesuatu yang mengada-ada. “Kolonialisme baru” yang bertopeng globalisasi dan globalisme dengan turbo kapitalis asing sebagai aktor utama merupakan suatu living reality. Ini terjadi melalui proses pengembangan industni, baik industri substitusi impor maupun industri promosi ekspor. Indonesia kembali menjadi tempat yang empuk bagi penghisapan surplus ekonomi oleh pihak asing. Pasar-bebas menjadi berhala baru yang secara absurd dianggap sebagai pendekar omniscient dan omnipotent, padahal pasar-bebas hanyalah sekedar instrumen ekonomi kaum globalis untuk memanfaatkan kelemahan struktural dalam perekonomian negara-negara berkembang.

Penghisapan surplus ekonomi oleh pihak asing dapat ditunjukkan dengan angka-angka berikut ini : Data neraca pembayaran menunjukkan bahwa selama periode 1973-1990 nilai kumulatif arus masuk investasi asing sebesar US$ 5,775 juta telah diiringi dengan nilal kumulatif keuntungan investasi asing yang direpatriasi ke luar negeri sebesar US$ 58,839 juta (IMF, Balance of Payments Year Book, berbagai tahun). Ini berarti setiap US$ 1 investasi asing yang masuk telah diikuti dengan US$ 10.19 financial resources yang keluar (Sritua Anief, 1993). Kendatipun perbandingan antara penanaman investasi asing langsung dengan keuntungan yang diangkut dan Indonesia sedikit menurun sesudah tahun 1990, akan tetapi ini telah diikuti dengan meningkatnya investasi portfolio sehingga repatriasi keuntungan pihak asing yang diangkut dari Indonesia tetap menjadi penyebab utama defisit perkiraan berjalan dalam neraca pembayaran. Misalnya investasi asing langsung pada tahun 1994/95, 1995/96 dan 1996/97 adalah masing-masing besarnya US$ 2.6 milyar, US$ 5.4 milyar dan US$ 6.5 milyar. Sedangkan investasi portfolio pada tahun-tahun ini adalah US$ 2.3 milyar, US$ 3.3 milyar dan US$ 3.1 milyar. Investasi portfolio menimbulkan makin intensifnya keterlibatan pihak asing dalam penguasaan sumber-sumber ekonomi di Indonesia.

Seperti telah dinyatakan di atas, keuntungan investasi asing yang direpatriasi adalah penyebab utama defisit perkiraan berjalan dalam neraca pembayaran. Data menunjukkan bahwa selama periode 1978/79 - 1995/96 nilai kumulatif defisit perkiraan berjalan dalam neraca pembayaran ni adalah sebesar US$ 43.4 milyar. Nilai ini telah bertambah dalam periode 1978/79 - 1998/99 menjadi US$ 58.4 milyar. Jadi bertambah sebesar US$ 15 milyar. Perlu dinyatakan di sini bahwa defisit perkiraan berjalan dalam neraca pembayaran Indonesia diukur dalam persentase dan Produk Domestik Bruto (PDB) telah bertambah besar dari -1,6% pada tahun 1995/96 menjadi -2,7% pada tahun 1998/99.

Selama periode 1970-1980 telah diperkirakan adanya pelarian modal sebesar US$ 9.4 milyar, selama periode 1988-1991 pelarian modal telah ditaksir sebesar US$ 11.17 milyar dan selama periode 1996-1997 pelarian modal telah diperkirakan sebesar US$ 11.7 milyar (Mubarik Ahmad, 1993 dan Sritua Arief, 1997). Telah dilaporkan bahwa sejak Juli 1997 (pada waktu krisis moneter berlangsung) hingga sekarang sebanyak kira-kira US$ 80 milyar devisa telah dilarikan ke luar negeri.

Hutang luar negeri Indonesia tetap terus bertambah dari tahun ke tahun. Sampai akhir tahun 1998 hutang luar negeri (pemerintah dan swasta) bernilai sebesar US$ 130 milyar yang merupakan 162,7% dari Produk Domestik Bruto Indonesia. Pada pertengahan tahun 1999, nilai hutang luar negeri ini bertambah menjadi US$ 146 milyar sedangkan Produk Domestik Bruto Indonesia menurun. Ini artinya dalam presentase dan Produk Domestik Bruto, hutang luar negeri bertambah. Apa maknanya ini? Maknanya adalah pendapatan per kapita rakyat Indonesia (tidak termasuk para “penyamun” ekonomi) sebagai penanggung beban hutang ini sudah berada di bawah nilai hutang mi.

Perlunya kewaspadaan terhadap hutang luar negeri telah banyak dikemukakan. Pinjaman luar negeri meningkatkan intervensi-intervensi negara-negara donor maupun negara-negara penerima bantuan, yang merusak prinsip-prinsip ekonomi, dengan mengabaikan keunggulan-keunggulan komparatif di negara-negara penerima bantuan. Pinjaman luar negeri tidak terlepas dan “skenario Barat” untuk mempertahankan negara negara terbelakang tetap dalam posisi “status-quo in dependency”.

Selama periode 1980-1993, sektor Pemerintah di Indonesia telah melakukan pembayaran cicilan hutang luar negeri sebesar US$ 41.4 milyar. Sementara itu, selama periode yang sama, sektor Pemerintah telah menambah hutang luar negerinya sebesar US$ 69.4 milyar (laporan Bank Dunia tahun 1994). Dilaporkan bahwa sampai April 1999, hutang luar negeri sektor Pemerintah telah meningkat menjadi US$ 77.7 milyar. Ini secara implisit mengandung pengertian yang disebutkan di atas yaitu makin banyak cicilan hutang luar negeri makin besar nilai hutang luar negeri yang menumpuk. Nilai net transfer ke luar negeri yang dilakukan sektor Pemerintah selama periode 1985-1993 misalnya adalah sebesar US$ 7.8 milyar dan selama periode 1994-1998 diperkirakan sebesar US$ 19 milyar (World Bank, 1994 dan World Bank, 1997).

Ada beberapa butir lagi yang perlu dikemukakan di sini berkaitan dengan hutang luar negeri, sebagai berikut: Dalam pengertian dialektik hubungan ekonomi antaraktor ekonomi, pemasok hutang luar negeri dan investor asing menjadi lebih berkuasa dalam memeras rakyat Indonesia, terutama yang berada di strata bawah dalam masyarakat Indonesia. Jelas ini menunjukkan bahwa Indonesia dan rakyatnya akan kembali menjadi koloni asing. Dan hutang luar negeri yang menumpuk telah berubah sifatnya dari perangkap menjadi bumerang. Bumerang dalam pengertian mempermiskin Indonesia dan rakyatnya.

Baiklah di sini dikemukakan garis-garis besar implikasi kebijaksanaan penemuan yang dikemukakan di atas. Pertama, pembayaran hutang luar negeri pemerintah harus dimintakan untuk diperingan atau dikurangi secara drastis diikuti dengan penjadualan pembayaran sisanya. Ini harus dilakukan agar pengeluaran pemerintah dimungkinkan untuk mendukung bidang-bidang pemberdayaan ekonomi rakyat. Jan Tinbergen telah pula menegaskan (1991) bahwa hutang negana-negara terbelakang yang mencapai US$ 1 trilyun (seluruh GDP mereka hanya US$ 3 trilyun) harus diselesaikan dengan menyisihkan minimal 0,7% GDP negana-negara donor, atau samasekali menyelesaikannya sekali saja dengan menyisihkan 2% GDP negara-negara donor dalam tenggang waktu tertentu. Ini demi kepentingan negara-negana donor sendiri. Kedua, menolak penggunaan dana negara atau dana masyarakat untuk membayar hutang-hutang perusahaan-perusahaan swasta. Untuk mencegah jatuhnya perusahaan-perusahaan swasta ini ke pihak asing, maka Indonesia sebagai negara berdaulat harus dapat membuat peraturan -peraturan yang restriktif. Apalagi dipercayai bahwa banyak dari hutang-hutang ini dijamin oleh dana-dana yang diparkir di luar negeri. Ketiga, meninjau kembali sistem pembiayaan pembangunan sehingga ketergantungan kepada pihak asing diminimumkan. Dalam hal ini bentuk pinjaman dan besar pinjaman dari pihak asing hendaklah kita tentukan sedemikian rupa sehingga kita tidak dikelabui.

Dengan demikian pembangunan nasional akan lebih merupakan pembangunan Indonesia, bukan sekedar pembangunan diIndonesia. Permintaan efektif atau daya-beli rakyat di dalam negeri harus menjadi dasar pertumbuhan ekonomi. Ini bermakna bahwa strategi pembangunan pertumbuhan melalui pemerataan atau pertumbuhan dengan pemerataan yang berorientasi ke dalam negeri. Bung Hatta memberikan patokan-patokan bagi hutang luar negeri ( Tracee Baru, Universitas Indonesia, 1967), yaitu bahwa setiap hutang luar negeri harus secara langsung dikaitkan dengan semangat meningkatkan self-help dan self-reliance, di samping bunga harus rendah, untuk menumbuhkan aktivita ekonomi sendiri. Bantuan luar negeri harus mampu membuat kita bergerak sendiri atas kekuatan sendiri, serta bersifat komplementer jadi bersifat sementara dan pelengkap Tidak pula atas syarat politik sebagai langkah kembalinya neo-kolonialisme dan kolonialisme ekonomi

Siapa yang Berdaulat, Pasar atau Rakyat?

Banyak orang mengatasnamakan rakyat. Ada yang melakukannya secara benar demi kepentingan rakyat semata, tetapi ada pula yang melakukannya demi kepentingan pribadi atau kelompok. Yang terakhir ini tentulah merupakan tindakan yang tidak terpuji. Namun yang lebih berbahaya dan itu adalah bahwa banyak di antara mereka, baik yang menuding ataupun yang dituding dalam mengatasnamakan rakyat, adalah bahwa mereka kurang sepenuhnya memahami arti dan makna rakyat serta dimensi yang melingkupinya

Seperti dikemukakan (di catatan kaki 18), kerakyatan dalam sistem ekonomi mengetengahkan pentingnya pengutamaan kepentingan rakyat dan hajat hidup orang banyak, yang bersumber pada kedaulatan rakyat atau demokrasi. Oleh karena itu, dalam sistem ekonomi berlaku demokrasi ekonomi yang tidak menghendaki “otokrasi ekonomi”, sebagaimana pula demokrasipolitik menolak “otokrasi politik”.

Dari pengertian mengenai demokrasi ekonomi seperti dikemukakan di atas, maka kita membedakan antara private interests dengan public interest. Dari sini perlu kita mengingatkan agar tidak mudah menggunakan istilah “privatisasi” dalam menjuali BUMN. BUMN sarat dengan makna kerakyatan dan bersifat publik. BUMN ada untuk menjaga hajat hidup orang banyak. Yang kita tuju bukanlah “privatisasi” tetapi adalah “go-public’, di mana pemilikan BUMN meliputi masyarakat luas yang lebih menjamin arti “usaha bersama” berdasar atas “asas kekeluargaan”. Go-public haruslah diatur (managed) untuk menjamin partisipasi nyata rakyat luas dalam kepemilikan aset nasional.

Kesalahan utama kita dewasa ini terletak pada sikap Indonesia yang kelewat mengagumi pasar-bebas. Kita telah menobatkan pasar-bebas sebagal “berdaulat” mengganti dan menggeser kedaulatan rakyat. Kita telah menjadikan pasar sebagal “berhala” baru.

Kita boleh heran akan kekaguman ini, mengapa dikatakan Kabinet harus ramah terhadap pasar, mengapa kriteria menjadi menteri ekonomi harus orang yang bersahabat kepada pasar. Bahkan sekelompok ekonom tertentu mengharapkan Presiden Megawati pun harus ramah terhadap pasar. Mengapa kita harus keliru sejauh ini.

Mengapa tidak sebaliknya bahwa pasarlah yang harus bersahabat kepada rakyat, petani, nelayan, dst

Siapakah sebenarnya pasar itu? Bukankah saat ini di Indonesia pasar adalah sekedar (1) kelompok penyandang/penguasa dana (termasuk para penerima titipan dana dan luar negeri/komprador, para pelaku KKN, tak terkecuali para penyamun BLBI, dst); (2) para penguasa stok barang (termasuk para penimbun dan pengijon); (3) para spekulan (baik di pasar umum dan pasar modal); dan (4) terakhir adalah rakyat awam yang tenaga-belinya lemah. Jadi pada hakekatnya yang demikian itu ramah kepada pasar adalah ramah kepada ketiga kelompok pertama sebagai pelaku utama dan penentu pasar.

Oleh karena itu pasar harus tetap dapat terkontrol, terkendali, pasar bukan tempat kita tergantung sepenuhnya, tetapi sebaliknya pasarlah, sebagai “alat” ekonomi, yang harus mengabdi kepada negara. Adalah kekeUruan besar menganggap pasar sebagai “omniscient” dan “omnipotent” sehingga mampu mendobrak ketimpangan struktural. Adalah naif mennanggap “pasar-bebas” adalah riil. Yang lebih riil sebagai kenyataan adalah embargo, proteksi terselubung, unfair competition, monopoli terselubung (copyrights, patents, intellectual property rights dan tak terkecuali embargo dan economic sanctions sebagai kepentingan politik yang mendominasi dan mendistorsi pasar

Pasar dan IMF Berhala Baru yang Dipuja

Apabila pasar tidak dikontrol oleh negara, apabila pasar kita biarkan bebas sehingga pasar-bebas kita jadikan “berhala” dan kita nobatkan sebagai kaisar berdaufat, maka berarti kita membiarkan pasar menggusur kedaulatan rakyat. Padahal menegaskan bahwa rakyatlah yang berdaulat, bukan pasar.

Tidak saja pasar-bebas yang telah menjadi berhala yang dipuja, IMF pun menjadi - sesembahan baru pula, menjadi tuhan baru. Kita tunduk, kita mengagumi, kita tersubordinasi dan kita rela menjadi jongosnya. Kita merebut kemerdekaan tahun 1945. Lima tahun kemudian kita mampu menekan penjajah dan memperoleh pengakuan/penyerahan kedaulatan melalui KMB. Kita merdeka penuh, berdaulat dalam politik, baik secara de facto maupun de jure.

Kini, tahu-tahu saja kita secara de facto telah ter-subordinasi, terdikte, tunduk dan takut kita kehilangan kedaulatan itu. “Kedaulatan politik” kita ibarat menjadi formalitas, tanpa sukma merdeka. Belum lagi dua pasangannya dalam Tri Sakti, “mandiri dalam ekonomi” dan “berkepribadian dalam budaya” ternyata luntur pula

Pemerintah saat ini tidak memiliki keberanian untuk mengatakan kepada IMF dan Bank Dunia bahwa kedua lembaga dunia ini ikut bertanggungjawab terhadap keterpurukan ekonomi Indonesia, ikut menjerumuskan Indonesia dengan orthodoxy dan salah antisipasinya membaca gejala ekonomi. Ini perlu menjadi suatu justifikasi untuk meminta pembebasan hutang, pemotongan hutang ataupun penjadualan hutang tanpa beban. Kita ingat Wolfensohn tanpa malu mengakui bahwa ia kelewat optimis dalam mendorong investasi asing dan pengucuran kredit untuk Indonesia. IMF dan Bank Dunia bahkan ikut tenggelam dalam over-optimism (baca: salah perhitungan) tentang Indonesia yang digolongkan sebagai masuk calon “Asian Miracle”dan “AsianDragon”. Indonesia terjebak, mereka cuci-tangan bersama para komprador mereka.

“Skenario” mensubordinasi ekonomi Indonesia berjalan terus. Muncul cara-cara kotor untuk beramai-ramai menolak L/C Indonesia. Sekarang Indonesia, negara terbesar di Asia Tenggara, terpaksa “diampu” (dianggap secara ekonomi “onbekwaam” oleh Singapura). Penulis memberi reaksi keras di media massa

Penulis sempat berpikir, adakah ini kelanjutan dari ditolak dan diremehkannya permintaan keringanan hukuman gantung bagi maninir kita, Harun dan Usman, kepada Pemerintah Singapura, yang mengakibatkan Moh Hatta “bersumpah” untuk tidak lagi menginjakkan kaki di Singapura untuk seumur hidupnya? Yang dilakukan Mohammad Hatta ini lebih dari sekedar demi alasan kemanusiaan sesuai peradaban yang berlaku, tetapi adalah tawaran good neighbour policy untuk saling hormat menghormati. Ternyata kita memilih memperpurukkan martabat dan harga diri kita, ketika tawaran Singapura mengampu L/C Indonesia dengan begitu saja kita terima, tanpa menanyakan lebih dahulu ikhwal dana besar Indonesia yang bersuaka.

Memprihatinkan sekali bahwa kita menyongsong sistem ekonomi pasar-bebas lebih berapi-api daripada orang-orang Utara. Kita praktekkan liberalisme dan kapitalisme di sini lebih hebat daripada di negara-negara Utara. Kita bahkan menjadi juru bicara sistem ekonomi pasar-bebas untuk kepentingan mereka.

Ketika kesepakatan GATT belum kita ratifikasi, kita pun telah tunduk melatih diri, ibarat “belum ditanya sudah mau”, kita “menari atas kendang orang lain” dengan mudahnya. Tidak hanya gampang kagum atau soft barangkali juga malah servile tetapi mengaku friendly atau low-profile.

Tidak ada yang dapat mengabaikan peranan pasar. Kita pun memelihara ekonomi pasar. Yang kita tolak adalah pasar-bebas. Pasar-bebas adalah imaginer, yang hanya ada dalam buku teks, berdasar asumsi berlaku sepenuhnya persaingan bebas. Dalam realitas, tidak ada persaingan bebas sepenuhnya, kepentingan non-ekonomi, khususnya kepentingan politik (lokal atau global), telah mendistorsi dan menghalangi terjadinya persaingan bebas (embargo, economic sanctions, disguised protections, strict patents and copy rights, dll). Tanpa persaingan bebas, sebagaimana dalam kenyataannya, tidak akan ada pasar-bebas yang sebenarnya. Maka Adam Smith boleh terperanjat bahwa the invisible hand has turned into a dirty hand.

Pasar-bebas akan menggagalkan cita-cita mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pasar-bebas dapat mengganjal cita-cita Proklamasi Kemerdekaan untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, pasar-bebas memarginalisasi yang lemah dan miskin.

Pasar-bebas bahkan diskriminatif terhadap yang rendah produktivitasnya (tidak efisien), akibatnya tidak mudah memperoleh alokasi kredit yang berdasar profitability itu. Pasar-bebas jelas melintangi hak demokrasi ekonomi rakyat, yang miskin tanpa daya beli akan hanya menjadi penonton belaka, berada di luar pagar-pagar transaksi ekonomi. Pasar-bebas melahirkan privatisasi yang melepaskan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak ke tangan individu-individu. Pasar-bebas mencari keuntungan ekonomi bagi orang-seorang, bukan manfaat ekonomi bagi masyarakat. Pasar-bebas menggeser dan bahkan menggusur rakyat dari tanah dan usaha-usaha ekonominya. Pasar-bebas, yang terbukti tidak omniscient dan omnipotent mampu mengatasi bahkan memperkukuh ketimpangan struktural, lantas mendorong terbentuknya polarisasi sosial-ekonomi, memperenggang integrasi sosial dan persatuan nasional. Pasar-bebas memelihara sistem ekonomi subordinasi yang eksploitatif, non-partisipatif dan non-emansipatif, atas kerugian yang lemah. Kemudian pasar-bebas mengacau pikiran kita, melumpuhkan misi-misi mulia dan mendorong lidah kita bicara palsu : anti subsidi dan anti proteksi secara membabi-buta, demi efisiensi. Pasar-bebas mereduksi manusia sebagai sumber daya insani menjadi sumber daya manusia atau faktor produksi ekonomi belaka. Dengan pasar-bebas maka people empowerment kelewat sering berubah menjadi people disempowerment.

Pemujaan dan penyandaran (reliance) pada pasar-bebas merupakan ujud dan parsialitas pemikiran ekonomi (mainstream) yang hanya mampu mengakui persaingan (competition) dan inisiatif individual sebagai penggerak kemajuan ekonomi global, mengabaikan kerjasama (cooperation) sebagai penggerak kekuatan ekonomi berdasar mutualitas antar individu yang tak kalah handalnya.

Dalam pemikiran ekonomi yang menganut pasar-bebas, efisiensi tak lain merupakan suatu “keterpaksaan ekonomi” untuk bertahan hidup dan meraih keuntungan ekonomi (lebih berdasar zero-sum daripada non-zero-sum), yang harus dicapai melalui bersaing. Sedang di dalam pemikiran ekonomi yang mengakui kerjasama mutualitas sebagai kekuatan ekonorni, maka efisiensi merupakan “kewajiban hidup berekonomi”. Ekonomi persaingan berjangkauan kepentingan parsial (nilai-tambah ekonomi), sedang ekonomi kerjasama berjangkauan kepentingan multi-parsial yang lebih lengkap dan menyeluruh (mencakup nilai-tambah ekonomi dan nilai-tambah sosial-kultural sekaligus).

Globalisasi dan pasar-bebas memang diimaginasikan sebagai upaya meningkatkan efisiensi global. Saat ini imaginasi itu ditumpukan kepada organisasi dunia WTO, pengganti GATT, yang mematok pakem-pakem ekonomi pasar untuk mencapai efisiensi global. Kenyataan yang ada membuat banyak di antara kita harus bersikap menolak dan reaksioner. Tentulah dalam prakteknya yang lemah harus membiayai efisiensi dunia demi kesejahteraan si kuat. Selatan membiayai efisiensi global demi keuntungan dan kemajuan Utara. Oleh karena itu pasar harus di-managed dikendalikan, agar ramah terhadap rakyat dan kepentingan nasional.

Yang dikemukakan di atas bukanlah suatu ekstrimitas, tetapi merupakan suatu upaya menunjukkan polarisasi dikotomis untuk mempertajam pembandingan analitikal.

Globalisasi mulai banyak dikecam, karena menyandang adu kekuatan dan peragaan dominasi ekonomi, tak terkecuali oleh orang-orang Barat sendiri yang peduli akan pentingnya mewujudkan keadilan global. Tak terkecuali kecaman terhadap ketidakadilan ini datang dari kalangan akademisi Barat, NGO’s, mantan praktisi Bank Dunia dan IMF, pemenang hadiah Nobel Ekonomi (Joseph Stiglitz). Bahkan telah lahir buku tentang perlunya mewujudkan keadilan ekonomi global sebagai tantangan abad ke-21

Dalam WTO kita harus tetap reaksioner, berani merevisi dan membuat kesepakatan-kesepakatan baru yang tidak merugikan kepentingan nasional dengan tetap menghormati tanggung jawab global kita. Sekalipun sebagai ahli ekonomi kita harus mampu menghayati realita yang ditegaskan oleh ekonom terkemuka Inggris, Joan Robinson, bahwa “the very nature of economics is rooted in nationalism”. Artinya pengembangan pemikiran ekonomi nasional dalam konteks global pun, perlu mengacu kepada histori, ideologi, institusi dan aspirasi nasional, yang selanjutnya harus memberi warna terhadap theory building and modeling, menolak paham neutrality of theory. Henry Kissinger pun telah menegaskan bahwa “Globalisasi adalah nama lain untuk dominasi Amerika Serikat” (Trinity College, 1998).

Di antara perubahan-perubahan global dalam titian perjalanan peradaban bangsa bangsa, masalah kemandirian bangsa, atau kemandirian kelompok masyarakat, bahkan kemandirian diri, selalu terlekat pada nilai-nilai peradaban yang “abadi”, yaitu harga diri dan jati diri (sunatullah). Nasionalisme kebangsaan, bahkan persekelompokan parokhial atau eksklusif lainnya, menyandang nilai-nilai “abadi” ini

Paham kemandirian, sebagai lawan dan ketergantungan, menerima paham interdependensi. Kemandirian memang bukan eksklusivisme, isolasionisme atau parochialisme sempit. Kerjasama antar ummat manusia menjadi nilai baru yang menjadi tuntunan pemikiran baru untuk menandingi dan mengimbangi kerakusan dominasi, penaklukan dan eksploitasi antarbangsa dan manusia.

Munculnya lembaga-lembaga kerjasama modern seperti Leage of Nations dan United Nations, berikut derivat-derivatnya, merupakan reaksi terhadap puncak persaingan destruktif dari dua Perang Dunia. Kerjasama global dan kesadaran global menggerakkan kembali dunia yang hancur oleh Perang Dunia itu. Saat ini kesadaran global itu memunculkan berbagai global common interests seperti social development eradication of poverty, employment creation, strengthening solidarity and social integration protection of environtment, dll bahkan sampai pada penangkalan bersama terhadap pelanggaran human rights dan terrorism dalam berbagai dimensinya (sebagaimana yang terpaku dalam berbagai konvensi dan keputusan PBB). Tanggung jawab ini harus secara bersama-sama digalang oleh seluruh negara di dunia.

Kerjasama dan kesadaran global ini harus dapat kita manfaatkan untuk melindungi kepentingan nasional kita. Akibat-akibat sosial-ekonomi, sosial-politik dan sosial-kultural yang diakibatkan oleh persaingan bebas dan pasar-bebas seperti digambarkan di atas, jelaslah banyak bertentangan dengan global interests di atas.

Globalisasi dan ujud globalisme masih dalam proses mencari bentuknya. Dalam masa transisi ini yang menonjol adalah dominasi ekonomi (baik eksklusif ekonomi maupun kelanjutannya berupa dominasi politik dan kultural) harus kita hadapi melalui tiga fronts; Pertama, melalui usaha sendiri masing-masing negara untuk bebenah diri meningkatkan kemampuan domestik dan kinerja nasionalnya, antara lain melalui rencana dan tindakan-tindakan terfokus untuk secara lebih langsung untuk membentuk konsolidasi ekonomi nasional dan mengurangi ketergantungan pada luar-negeri. Kedua, menggalang kerjasama regional, diawali dengan kerjasama ekonomi dan kemandirian ASEAN, disertai dengan upaya mengembalikan posisi Indonesia sebagai the leader of ASEAN, dengan segala justifikasi yang relevan dan inheren di dalamnya. Kalau perlu kita memimpin untuk bersama-sama mendirikan “ASEAN IMF” sendiri, dan seterusnya. Ketiga, bekerjasama dan meningkatkan keterlibatan Indonesia terhadap perkembangan pemikiran di fora internasional yang menentang ketidakadilan inheren dan globalisasi, yang menyadari perlunya berbagai koreksi terhadap proses perkembangan globalisasi yang menyudutkan negara-negara berkembang, yang dikatakan telah mengakibatkan the gap between the have and the have nots makin melebar. Di sinilah kita harus mewaspadai globalisasi.

Seperti dikemukakan di atas, semangat kemandirian merupakan kekuatan nasional utama untuk mewujudkan kemerdekaan yang sebenarnya, kesejahteraan sosial dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.