MOTTO HIDUP :

Allah adalah Tuhanku, Muhammad adalah Nabi dan Rasulku, Qur’an Hadis adalah landasanku, Alam semesta adalah sumber inspirasiku, Ibadah dan amal adalah esensi kemanusiaanku, Insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang di ridhoi oleh Allah SWT adalah tujuanku, Jarak (s) adalah kecepatan (w) dikali waktu (t) adalah semangatku, Yakin usaha sampai adalah semboyanku

Senin, 16 Maret 2009

Feminisme; antara perjuangan dan eksploitasi

FEMINISME; ANTARA PERJUANGAN DAN EKSPLOITASI
(Oleh R.Maghani, mantan ketua HMI cabang Yogyakarta, Koordinator Team Mahasiswa Untuk Pembentukan Propinsi Pulau Sumbawa (TPS-4 ) Yogyakarta)

Berbicara tentang feminisme kita tidak bisa terlepas dari kajian historisnya, karena dia merupakan episteimologi dari rangkaian proses yang harus kita lakoni. Secara historis feminisme muncul ketika perempuan terlalu di dominasi oleh pihak laki-laki dengan sitem patriarkis yang terlalu kuat dan mengakar dalam benak masyarakat modern. Sehingga kaum perempuan termarjinalkan baik secara kultur maupun struktur, ini merupakan fakta empiris yang tidak bisa kita pungkiri bersama. Dari fakta empiris yang seperti itu maka muncullah sebuah gerakan untuk menyamakan hak dan kewajiban kaum perempuan dengan pihak laki-laki. Sehingga muncullah istilah kodrat dan bukan kodrat dan perdebatan ruang aktualisasi bagi perempuan serta humanisasi perempuan.
Saya kira kerangka teoritik yang berlandaskan historylogi - empiric diatas kita semua mesti akan sepakat, karena itu adalah sebuah gerakan yang mengingatkan kita pada sebuah tugas suci dari para nabi-nabi kita yang telah diutus untuk me-rehumanisasi-kan kita. Akan tetapi tidak semua pihak mengamini gerakan ini baik pihak laki-laki maupun pihak perempuan sendiri. Dan malahan menjadi sebuah polemik yang menuntut kita untuk membedahnya secara lebih bijaksana.
Dan ironisnya para penerus dan pengagum gagasan ini tak mampu menjelaskan secara jernih konsep-konsep yang ditawarkannya itu kepada civil community yang lain, bahkan sekedar mendefinisikan konsep-konsep tersebut sekalipun. Misalnya: sampai sejauh mana atau sampai sebatas mana otoritas ruang yang harus dilakoni oleh perempuan, apakah semua ruang adalah bebas atau hanya ruang-ruang tertentu yang bisa dilakoni. Atau kerangka teoritik mana yang menjadi epistimologi gerakan apakah historylogi-empirik atau actual-empirik, yang harus kita pakai untuk membedahnya. apakah yang dimaksud dengan feminisme dalam rangka rehumunisasi perempuan atau hanya kebutuhan struktural perempuan. Atau mungkin juga para pengagum ini adalah pen-taqlik konsep yang hanya bermodal semangat pembaharuan dan beberapa referensi yang tidak up-to-date lagi. Semuanya serba tidak jelas sehingga memicu reaksi dan diskusi yang lebih bersifat debat kusir.
Sehingga pada akhirnya gerakan feminisme yang pada mulanya adalah gerakan suci untuk rehumanisasi kini telah berubah menjadi sebuah gerakan yang bersifat reaksioner temporal dan kalau meminjam bahasanya kaum Marxian lebih pada Explaitation I’home par I’home. Hal ini bisa kita lihat dari fenomena kita sehari-hari.
Pertama sebagai model Iklan produk rokok, dalam berbagai iklan rokok disana terlihat betul sosok perempuan seksi dihadirkan untuk menarik perhatian pemirsa. Kalau dianalisis secara semantik perempuan itu sengaja dihadirkan untuk menambah daya tarik pihak laki-laki karena di ibaratkan rokok itu adalah perempuan yang siap disentuh demi kepuasaan kaum laki-laki yang memakai produk itu. Hal ini bisa juga dilihat di berbagai iklan yang lainnya yang kalau dicermati apa korelasinya antara jantannya seorang perokok dengan hadirnya wanita seksi yang malahan dengan merokok hanya akan mengurangi kejantanan itu sendiri (impotensi) .
Kedua dengan alasan hak asasi dan kecantikan perempuan menghadirkan pakaian seksi di ruang publik, dengan begini perempuan sebenarnya telah melakukan sebuah bentuk eksploitasi terhadap dirinya sendiri. Karena pakaian seksi akan mempertontonkan bagian-bagian yang hanya layak dikonsumsi dalam ruang dan oleh relasi personal. Tetapi mengapa perempuan memaksakan ini untuk dikonsumsi secara publik yang pada akhirnya hanya akan melahirkan sebuah tindakan yang mengarah pada pemerkosaan dan pelecehan seksual dan itu jelas sangat merugikan pihak perempuan.
Ketiga kontes kecantikan dan Pemilihan miss universe, sebenarnya ini adalah contoh yang sangat nyata dimana pihak perempuan sengaja dihadirkan dan selanjutnya dieksploitasi demi milyaran dollar. Pesona perempuan cantik sejagad memang sungguh luar biasa pengaruhnya bagi peradaban manusia, ratusan sponsor hadir, jutaan dollar uang berputar ribuan manusia didunia antusias menonton baik langsung maupun lewat layar televisi. Dan dibalik itu semua sebenarnya para perempuan telah di eksploitasi oleh kelompok kapitalism dimana perempuan dijadikan barang komersil dan ditata sedemikian rupa sehingga menarik para pemodal dan jutaan manusia untuk menikmatinya. Perempuan hanyalah barang komersil yang dipasang di etalase toko “kontes miss universe” dan semua orang berebut menikmati pesona perempuan dan pemilik modal tersenyum simpul sambil mengipaskan jutaan dollarnya
Sekarang sadar atau tidak perempuan sebenarnya telah menjalimi dirinya sendiri satu perempuan meneriakkan gender dan kesetaraan ribuan perempuan yang lain melanggar esensi dari perjuangan gender dan kesetaraan itu sendiri. Satu perempuan menekriakan aturan untuk memanusiakan perempuan, ribuan perempuan yang lain berlari dan menari bugil dijalan untuk menolak karena alasan hak asasi dan budaya yang harus kita pertahankan demi keutuhan bangsa dan Negara. Sekarang saya bingung kata perempuan yang mana yang harus saya ikuti karena mereka semua adalah seorang ibu yang harus saya patuhi kata-katanya. Dan saya yakin perjuangan gender dan kesetaraan hanya akan menjadi isu an sich dan sesuatu yang bulsit kalau perempuan tidak bersatu dan memiliki kesadaran serta keinginan untuk memahami esensi dari keperempuanannya.
………………….Selesai…………………

Tidak ada komentar: