MOTTO HIDUP :

Allah adalah Tuhanku, Muhammad adalah Nabi dan Rasulku, Qur’an Hadis adalah landasanku, Alam semesta adalah sumber inspirasiku, Ibadah dan amal adalah esensi kemanusiaanku, Insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang di ridhoi oleh Allah SWT adalah tujuanku, Jarak (s) adalah kecepatan (w) dikali waktu (t) adalah semangatku, Yakin usaha sampai adalah semboyanku

Senin, 16 Januari 2012

HUBUNGAN ANTARA ILMU PENGETAHUAN DAN ISLAM

HUBUNGAN ANTARA ILMU PENGETAHUAN DAN ISLAM
oleh rusydin maghani 
(alumni uin yogyakarta dan guru fisika pada smpn 3 woha kab. bima)

Gagasan untuk memadukan dalam hubungan yang harmonis antara ilmu pengetahuan dan Islam sudah dimulai sejak tahun 1970-an. Gagasan ini dimunculkan oleh Sayyed Hoessein Nasr dalam bukunya yang berjudul The Encounter of Man Nature, yang kemudian gagasan ini dilanjutkan dalam pembicaraan serius pada konferensi dunia I tentang Pendidikan Muslim tahun 1977 di Makkah dan Islamabad, Pakistan tahun 1980. Tindak lanjut dari pertemuan itu, adalah munculnya istilah Islamisasi Ilmu Pengetahuan atau Sains. Berangkat dari pemikiran yang hampir sama, Sayyed Hoessein Nasr, Syed Muhammad Naquib al-Attas, Ismail Raji al-Faruqi, dan Zianuddin Sardar, mengangkat ide-ide tentang perlunya membangun kembali ilmu pengetahuan Islam walau dalam bentuk yang berbeda-beda. Untuk menyampaikan ide-idenya tentang Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Zianuddin Sardar dan teman-temannya menerbitkan jurnal Afakar Inquiry dalam bahasa Inggris. Inti dari idenya adalah perlunya sistem ilmu pengetahuan yang sepenuhnya didasarkan pada nilai-nilai Islam.

Hal ini didasarkan pada sejarah peradaban yang melahirkan sistem ilmu yang berbeda-beda, sesuai dengan dominasi pemikirnya. Dan bahwa pengetahuan barat tidak dapat memenuhi kebutuhan material, kultural, dan spiritual masyarakat muslim. Menurut Ismail Raji al-Faruqi, Islamisasi ilmu pengetahuan tidak sekedar memberi “baju etis islami” yang hanya bersifat aksiologis kepada para ilmuwan dalam pemanfaatan ilmu pengetahuan, tetapi juga masuk pada struktur terdalamnya. Hal ini dapat dilakukan melalui reformasi pendidikan.

Dengan kata lain, islamisasi ilmu pengetahuan adalah proses pengembalian atau pemurnian ilmu pengetahuan yang hakiki, yaitu tauhid, kesatuan makna kebenaran dan kesatuan sumber ilmu pengetahuan. Sedangkan menurut Sayyed Hoessein Nasr, untuk menghalang efek negatif ilmu pengetahuan dari barat dilakukan dengan pendekatan perspektif sufi dan tradisionalis serta mengganggap bahwa masalah yang merupakan dampak dari peradaban barat itu hanya masalah etika. 

Hal yang sama juga dikatakan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas. Al-Attas mengatakan bahwa skeptisisme yang tidak mengenal batas-batas etik dan nilai dari sistem ilmu pengetahuan barat adalah merupakan antitesa terhadap epistimologi Islam. Munculnya beberapa organisasi Ilmiah seperti Organisasi Mukjizat Ilmiah di Makkah, Yayasan Riset Qur’an Suci Islamabad di Pakistan, Ikatan Intelektual Pakistan, Jamaat-e-Islam Pakistan, dan beberapa kali pertemuan ilmiah seperti Konferensi Dunia Pendidikan Muslim, Konferensi International tentang Mukjizat Ilmiah Al-Qur’an dan Sunnah, Seminar International tentang Al-Qur’an dan Sains, merupakan salah satu bentuk penggalian hubungan Al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan. 

Salah satu pertemuan ilmiah yang membahas keterkaitan itu adalah Konferensi International tentang Mukjizat Ilmiah Al-Qur’an dan As-Sunnah, pada tanggal 18 Oktober 1987 di Pakistan. Pertemuan ini dihadiri oleh delegasi-delegasi dari berbagai negeri Muslim, yang diprakarsai oleh Universitas Islam International dan Organisasi Mukjizat Ilmiah di Makkah dan disponsori oleh pemerintah Saudi Arabia. Ada sekitar 70 penelitian oleh peserta senior yang disampaikan dalam konferensi itu, seperti, Komposisi Kimiawi Susu dalam Hubungannya dengan ayat 66 surat An-Nahl (16) dalam Al-Qur’an, Deskripsi Manusia, Makhluk Terbaik dalam Al-Qur’an, Deskripsi Kabut Tipis dalam Al-Qur’an, dan ayat-ayat Al-Qur’an yang berkenaan dengan Fenomena Kelautan Modern. Jika dilakukan penelitian lebih mendalam, banyak penemuan-penemuan baru dari hasil eksperimen para ilmuwan modern ternyata telah disingkap dalam kitab suci agama jauh sebelum penemuan itu ada. 

Walaupun dalam prosesnya ilmuwan tersebut terkadang ada yang tidak melakukan melalui referensi kitab suci. Korelasi yang harmonis ditemukan dari kesimpulan atas percobaan yang dilakukan dengan beberapa ayat-ayat dalam kitab suci agama yang juga membahasnya, walaupun dalam bentuk global dan penuh penafsiran. Penulis tidak membahas tentang formulasi keterkaitan antara ilmu pengetahuan dan agama, yang mana masih menjadi perdebatan sampai sekarang dengan munculnya ungkapan Sains Islami atau Sains Muslim, Saintifikasi Islam. Juga tidak memojokan apa yang disebut dengan Sains Sekular. Namun yang akan diungkap pada kesempatan  ini adalah adanya hubungan yang harmonis dengan kesimpulan yang saling mendukung antara hasil penemuan ilmuwan dengan konsep ilmiah yang diberitakan Islam melalui kitab suci Al-Qur’an. 

Para ilmuwan besar sepanjang zaman seperti Aristoteles hingga Einstein-pun akhirnya menyadari betapa ilmu pengetahuan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan agama. Begitu juga sebaliknya, agama merupakan bentuk puncak dari kenikmatan dan ketinggian ilmu pengetahuan. Einstein menyadari dan yakin akan penciptaan alam semesta oleh suatu kecerdasan maha tinggi (Supreme intelegence). Bahwa keharmonisan dan kesempurnaan alam semesta bukan tanpa sebab atau kebetulan, akan tetapi merupakan pengaturan yang sangat cermat dan sempurna oleh Tuhan. 

Sebagaimana ungkapan Einstein yang mengatakan bahwa “Tuhan tidak melempar dadu”(Ungkapan ini terdapat dalam suratnya kepada Max Born sebagai tanggapan atas ketidaksetujuannya pada prinsip ketidakpastian dalam teori kuantum) dalam menciptakan semesta ini. Yang dimaksudkan dalam bermain dadu adalah proses penciptaan alam semesta betul-betul telah dirancang oleh Tuhan sedemikian sempurna, tidak karena suatu kebetulan seperti permainan dadu. Einstein juga menyatakan: “Emosi paling tinggi dan paling menakjubkan yang dapat kita alami adalah perasaan batin. Perasaan ini merupakan kekuatan dari semua ilmu pengetahuan yang sejati. … 

Untuk mengerti bahwa apa yang tak terjangkau oleh kita benar-benar ada, menjelmakan ujud dirinya menjadi kebijaksanaan yang tertinggi dan keindahan paling menyilaukan, hanya dapat dipahami oleh kedunguan kita dalam bentuknya yang paling primitif –pengetahuan ini, perasaan ini adalah pusat dari keagamaan.” (Einstein dalam L. Barnet, 1956). “Emosi yang paling indah dan paling mendalam yang dapat kita alami, ialah kesadaran akan hal spiritual (mistis). Kesadaran itu merupakan kekuatan segala ilmu pengetahuan yang sejati.” (Einstein dalam L. Barnet, 1956). 

Melalui perjalanan panjang dalam pemikirannya, Einstein sendiri akhirnya mengakui adanya wujud sebuah entitas Tuhan yang maha mengatur perjalanan jagad raya ini. Pengakuan ini merupakan bentuk lain dari dimensi keimanan seseorang yang mengakui keberadaan wujud Tuhan, dan merupakan elemen paling mendasar dan essensial. 

Creasy Morrison, mantan direktur Akademi Ilmu Pengetahuan New York, pernah membuat pernyataan, yaitu "ilmu pengetahuan dapat mendorong terciptanya iman bagi seseorang". Ungkapan senada juga disampaikan oleh seorang ilmuwan barat, John Clifford, dalam sebuah bukunya "Tuhan dapat menjelma di era ilmu pengetahuan". Orang sering bertanya "Apa yang ada sebelum ada langit dan bumi?". Yang ada hanyalah Allah. Karena Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya. Ada pula orang yang bertanya bagaimana mungkin ada terang sebelum matahari diciptakan? Manusia berpikir harus ada lampu dahulu. Setelah lampu dinyalakan baru ada terang. Itu cara manusia. 

Allah tidak terikat oleh cara manusia. Cara Allah SWT menciptakan ialah terang dahulu baru pada hari keempat Allah SWT menciptakan matahari. Mengapa tidak dapat? Ibarat menggambar suatu lukisan. matahari dapat digambar dahulu baru cahaya, tetapi dapat juga digambar cahaya dahulu baru matahari. Allah yang Maha Kuasa dapat menciptakan matahari dahulu baru cahaya, tetapi Allah dapat juga menciptakan cahaya dahulu baru matahari Ilmu pengetahuan memerlukan adanya simbiose dan keseimbangan dalam menjawab persoalan inti kehidupan manusia dengan ajaran dan keyakinan agama. Sehingga kesimpulan akhir bahwa agama sangat diperlukan merupakan hasil formulasi manusia itu sendiri, bukan dogma agama yang memaksa manusia untuk mempercayai itu. Bahkan bila sekalipun ditinjau dari aspek ilmu pengetahuan yang bersifat materialistik. 

Sebuah historis dapat dijadikan contoh yang lebih konkrit. Salah satu peristiwa mukzizat Nabi Muhammad s.a.w. adalah membelah bulan dengan satu gerakan jari telunjuknya, sebagai bukti ke-Nabiannya. Peristiwa ini disaksikan oleh segenap kaum Quraish yang tidak beriman. Penyangkalan mereka dilakukan dengan logika ilmu pengetahuan yang mengatakan bahwa, “Apabila telah terjadi pembelahan bulan, maka akan terlihat di seluruh dunia dan selanjutnya tercantum pada semua buku tentang sejarah umat manusia”. Padahal realitanya bahwa peristiwa tersebut adalah suatu keajaiban yang memang di luar akal manusia. Ditunjukan hanya bagi mereka yang menyangkal akan ke-Nabiannya. Terjadi secara sekejap dan ada rintangan menghalangi semua orang untuk menyaksikannya. Sehingga kesimpulan yang harus didasarkan dari bukti akan tidak berarti dan sia-sia untuk peristiwa seperti ini. Sebagian besar ilmuwan mendapatkan kesimpulan dari pengamatan dan eksperimen yang terjadi dengan hukum kausalitas. Setiap kejadian yang terkait kelihatannya terjadi dalam rangkaian sebab akibat, maka mengetahui akibat atau kejadian yang akan terjadi pada waktu selanjutnya tidak memerlukan pemahaman mengapa hal itu terjadi. Padahal jika dilakukan pemahaman yang lebih teliti, bahwa hukum sebab akibat akan berjalan pada suatu bentuk lingkaran. Setiap sebab sebenarnya juga merupakan akibat dari peristiwa-peristiwa yang telah terjadi sebelumnya, dan setiap akibat tentu saja sangat berbeda dari sebabnya. 

Kelemahan-kelemahan logika ilmu pengetahuan sebagaimana yang disebutkan di atas bukan berarti bahwa ilmu pengetahuan tidak berguna untuk mendukung ajaran agama. Bagi kaum agamawan, ilmu pengetahuan merupakan salah satu bentuk refleksi dari ajaran agama yang diwahyukan oleh Tuhan. Bahkan dalam Agama Islam diajarkan bahwa melakukan suatu penelitian atau pembelajaran terhadap alam semesta merupakan bagian dari ijtihad manusia dalam rangka memahami ayat-ayat Al-Qur’an sebagai bentuk peningkatan kualitas keberagamaannya. 

Para ilmuwan memahami banyak hal tidak dapat tersentuh dan terkendali oleh sains dan teknologi. Pada saat itu terjadi, maka hanya agamalah yang mampu menanganinya. Berbagai penemuan sains tidak dapat di eksploitasi semuanya, apalagi jika menyangkut kehidupan manusia, seperti cloning. Diperlukan etika untuk menghindari hal yang tidak terkendali dari penggunaan sains yang tidak terkontrol. Dan disinilah dibutuhkan peran agama sebagai norma untuk membatasinya. Agama bukan hanya mengatur bentuk hubungan antara manusia dengan Tuhan. Agama juga mengatur tentang hakikat tujuan akhir tiap manusia, selalu mendorong manusia untuk belajar dalam rangka agar dapat menjalani hidup dengan peradaban yang baik, etika hubungan antar makluk, termasuk tentu saja hubungan dengan penciptanya. 

Berbagai literatur yang ditulis untuk menyibak persoalan korelasi agama dan ilmu pengetahuan selalu mengkaitkan ajaran-ajaran agama yang terdapat di dalam kitab suci. Disisi lain ilmu pengetahuan akan mengandalkan penemuan-penemuan dari para ilmuwan yang telah didukung dengan eksperimen. Di situ dijelaskan tentang usaha manusia dalam rangka memahami ayat-ayat kitab suci bisa dilakukan dengan berbagai cara termasuk hasil penelitian dan penyelidikan para ilmuwan serta pendapat para fuqoha (ahli agama). Terdapat hubungan yang saling mendukung. Bahkan penyelidikan ilmuwan tadi dapat digunakan untuk memahami ajaran agama secara lebih ilmiah, kompresensif dan dianggap sebagai ijtihad atau usaha yang baik. 

Imam Alghazali dalam bukunya Ihya ‘Ulum Al-din, mengatakan bahwa ”jika seseorang ingin memiliki pengetahuan masa lampau dan pengetahuan modern, selayaknya ia merenungkan Al-Qur’an”. Merenungkan Al-Qur’an dalam memahami tentang ilmu pengetahuan, setidaknya dilandasi oleh dua hal utama, yaitu pertama sebagai landasan normatif awal akan pentingnya sains modern sebagai salah satu bagian dari kehidupan umat Islam yang tidak bisa dipisahkan dan menggelutinya sebagai salah satu bentuk aktivitas bernilai ibadah. Kedua, memberikan penjelasan bahwa fungsi sains dan teknologi bukan hanya dalam hal praktisnya yang digunakan untuk kemaslahatan umat guna membangun dunia muslim yang sebagian besar masih berada dalam keterbelakangan, melainkan juga dalam peranannya untuk membawa sang ilmuwan ke arah bukan hanya mengenal tetapi juga mengimani Sang Pencipta kehidupan ini yang tiada lain adalah Allah SWT. 

Dalam ilmu fisika, banyak sekali penemuan-penemuan hasil penyelidikan ahli fisika yang relevan dengan ajaran agama. Walaupun jika ditinjau dari segi waktu, ajaran agama-lah yang terbukti lebih dahulu memberitakan. Namun sekali lagi, terkadang ilmuwan juga menemukan hukum-hukum ilmu pengetahuan baru, tanpa terlebih dahulu membuka referensi dan fakta tersirat dalam kitab suci agama yang diturunkan jauh sebelum penemuan itu. Sehingga diperlukan kejernihan akal tanpa harus mempersoalkan mana yang terlebih dahulu memberitakan. Korelasi dan keharmonisan hubungan antara ilmu pengetahuan dan agama-lah yang perlu diunggulkan untuk sementara ini. Berikut ini akan dilakukan perbandingan dan relevansi beberapa penemuan ahli fisika dan perkembangannya yang sesuai dengan konsep ajaran agama Islam. Pendekatan yang dilakukan melalui mekanisme akal yang diwakili oleh ilmu pengetahuan, dan pendekatan keimanan melalui surat-surat yang terdapat dalam Al-Qur’an. 

Namun sebelumnya juga harus disadari, bahwa kebenaran hakiki ilmu pengetahuan tidak dikenal, bisa saja teori fisika saat ini, hanya bertahan sementara saja dan tumbang oleh adanya fakta-fakta ilmiah terbaru. Teori atau fakta saat ini tentu lebih dianggap valid dibandingkan dengan penemuan terdahulu dan menggugurkan hukum atau penemuan sebelumnya. Uraian singkat di atas hanya sebagian kecil dari penggunaan penemuan ilmu pengetahuan yang dianggap modern oleh manusia, ternyata bukan hal baru bagi Allah SWT, karena Dia-lah yang menciptakan semua itu.

Selain itu juga betapa penemuan-penemuan ilmu pengetahuan pada dasarnya hanya menjelaskan lebih detail dan menformulasikan prosesnya sesuai dengan kemampuan akal manusia atas segala ciptaan Allah SWT yang teramati. Ilmu pengetahuan akan memberikan pengaruh yang baik bagi manusia untuk semakin meningkatkan keimanan dan kepercayaannya kepada Sang Pencipta. Sehingga yang diperlukan untuk ditingkatkan bukan pada perbedaan antara ilmu pengetahuan dan agama, namun korelasi positif antara keduanya. 

Sekali lagi menyetir ungkapan Einstein, bahwa “Ilmu tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu buta”( Ungkapan ini disampaikan Einstein sebagai bentuk keprihatinan setelah mendengar berita kota Hiroshima dan Nagasaki di Jepang yang hancur dan menewaskan sekitar 120.000 jiwa setelah diterjang bom atom yang mengakhiri Perang Dunia II. Einstein merasa bersalah karena keberadaan bom atom mengadopsi dari ide penemuannya), agaknya tepat untuk memotivasi manusia dalam mencari kekuatan-kekuatan ilmu pengetahuan dalam meningkatkan kemampuan religiusnya. 

Fisika modern dan kuantum, yang selanjutnya dikenal sebagai fisika baru telah berkembang dengan pesatnya. Perkembangan ini, sebagai imbasnya, mampu memberikan pencerahan yang pada zaman fisika klasik Newton dianggap sebagai hal yang irasional, aneh, dan tidak masuk akal. Misteri kefanaan dan kebakaan yang muncul dalam horizon peristiwa dapat disingkap melalui kemunculan black hole yang misterius. Fisika modern, dengan pijakan dasar teori relativitas Einstein dan fisika kuantum dengan pijakan persamaan Schrodinger telah membelah dunia menjadi dua dunia yang semuanya nyata dalam dunia yang berbeda – beda, dan disuguhkan secara apik melalui telaah sains populer dan filsafat sederhana. Fisika baru berusaha menampilkan fenomena – fenomena aneh dibalik semesta. 

Fisika baru berusaha menghampiri kebenaran demi kebenaran untuk mencapai pemahaman atas kebenaran hakiki yang bersifat universal dan mutlak. Melalui kekonsistenan dan kebenaran logis yang dimiliki fisika, akan di ungkap bagaimana fisika baru memandang dunia dari sudut pandang mekanika kuantum yang mengandalkan sifat statistik kebolehjadian apakah Tuhan hadir dalam penciptaan alam semesta, ataukah Tuhan sebgai pengamat yang berdiri dibalik tembok kaca tebal yang tidak ikut campur tangan, ataukah dalam penciptaan semesta tanpa dibutuhkan sang kreator, karena alam semesta lahir dari ketiadaan Pendidikan sains, termasuk Astronomi, tidak terlepas dari kebutuhan untuk membina generasi berikutnya agar wawasan ilmiah dapat dilanjutkan dan dikembangkan. 

Bidang astronomi banyak menampilkan penemuan – penemuan baru, bukan hanya menemukan benda langit kelas baru yang tidak diimpikan 10 bahkan 5 tahun yang lalu. Seperti halnya dengan penerapan teknologi baru untuk membpelajari cahaya (foton) dalam berbagai warna atau zarah yang berenergi dengan berbagai muatan dan massa (netrino, sinar kosmik), maka spesies baru ditemukan. Jagat yang dulu dicerminkan dalam bentuk orbit planet yang teratur dan tetap, dan terpusat pada bumi kita, kini telah berubah menjadi jagat yang dinamik, bergerak, penuh dengan isinya besar dan kecil serta eskotik. 

Bersama dengan berkembangnya fisika inti, teknologi, komputer dan dasar serta wawasan teoritis membuat astronomi dasawarsa terakhir mempunyai sejarah penemuan yang gemilang. Dari pendaratan – pendaratan di bulan, sampai pada penemuan molekul – molekul yang kompleks di ruang antar planet. Kalau beberapa waktu yang lalu astronom hanya mengira ada ruang antar bintang yang kosong (atau hanya terisi oleh atom – atom hydrogen) kini nyatanya lebih dari 22 buah molekul – molekul baru ditemukan mengisi ruang antar bintang itu. Jagat yang diperkirakan adem ayem, ternyata merupakan jagat yang eksplosif. 

Dua macam jagat hidup berkoeksistensi. Jagat yang panas dengan temperatur 1.000 milyar derajat berdampingan dengan jagat yang dingin, bintang – bintang seperti matahari kita (dengan suhu permukaan 6.000 kelvin), materi antar bintang (dengan temperatur hampir mendekati nol derajat absolut) dan bumi tempat kita hidup. Astroronomi dapat mendapatkan informasi tentang keberadaan objek langit dan fenomena – fenomena lain yang terjadi di alam semesta, bukan dengan membawa objek yang hendak diselidiki kelaboratorium di Bumi; karena selain jauh ukuran objek – objek itu pun sangat besar. Satu – satunya penghubung antara benda langit dengan manusia adalah cahaya benda langit tersebut yang dapat sampai kepermukaan bumi. Dari cahaya itulah para astronom mendapatkan informasi tentang benda langit yang memancarkannya dan tentang medium yang dilewati cahaya itu. Setiap langit yang memiliki cahaya sendiri pasti memancarkan gelombang elektromagnetik. Gelombang elektrimagnetik itu terdapat dalam berbagai panjang gelombang spekturm. Tetapi tidak semua panjang gelombang itu dapat sampai ke permukaan Bumi, karena atmosfir Bumi menyerap atau memantulkan sebagian gelombang itu. 

Islam datang dengan bersendikan pada metode ilmiah yang valid, kitab suci Islam Al-qur’an Al-Karim ini dibuktikan dengan surah yang pertama kali turun Al-Iqra ayat 1-5: Artinya : "
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhan-mulah yang maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya". 

Al Qur’an telah membawa dimensi baru mengenai studi terhadap fenomena alam semesta dan membantu pikiran manusia untuk lebih banyak belajar serta menarik hikmah dari alam ini. Hal ini dituangkan dalam kitab suci Al qur’an surat 38 (shaad), ayat 27 sebagai berikut. artinya: Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya tanpa hikmah, yang demikian itu adalah anggapan orang – orang kafir, maka celakalah orang – orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka”. 

Dari beberapa ayat Al qur’an dapat diungkapkan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan Al qur’an merupakan dua sisi yang kebenaran yang sama, karena keduanya adalah ayat Allah yang diturunkan kepada manusia. Alam berperilaku sesuai dengan hukum – hukum yang mendasarinya. Dalam surat 41 (Fushshilat) ayat 53 ditegaskan bahwa penggungkapan hukum alam tidak tergantung manusia. Alam dengan perilakunya yang dikenal dengan sunnatullah akan dapat dikenali hakikatnya dengan mengunakan akal dan pikiran, seperti disampaikan antara lain dalam surat 3 (Ali Imran) ayat 190 dan 191, surat 16 (An Nahl) ayat 11 dan 12, serta surat 10 (Yunus) ayat 101.

Al qur’an tidak memberikan kepada kita rumusan – rumusan yang khas tentang bagaimanakah gerangan materi dan energi, pada kondisi tertentu, dapat dipertukarkan tanpa ketimpangan sedikit pun. Tetapi, Al qur’an benar – benar memberikan penjelasan luas tentang keseluruhan pola yang ada di sepanjang waktu dan memastikan keseimbangan utuh dalam setiap rumus penciptaan. Pengenalan hakikat sunnatullah dengan mengunakan akal dan pikiran tersebut dilakukan dengan melalui proses ilmiah dengan mengunakan metode ilmiah, sehinga dapat menghasilkan produk ilmiah dalam bentuk iptek. Iptek, sebagai hasil usaha manusia untuk mengenali segenap ciptaan Allah, mempunyai potensi menyadarkan manusia akan kebesaran Sang Pencipta dan qudrat iradat – Nya. 

Iptek sekarang ini merupakan derivat dari hukum – hukum yang bersamaan dengan terciptanya alam semesta. Oleh sebab itu, kajian tentang proses awal terbentuk alam semesta sama artinya dengan kajian terhadap pangkal iptek.. melalui observasi yang teliti dan tepat serta pengkajian akan hukum – hukum yang mengatur gejala alam, manusia akan menemukan kesatuan penciptaan (‘unity of creation’) alam semesta. Sudah lama manusia berusaha untuk mendapat jawaban akan keberadaan kosmos ini, karena ia adalah bagian dari alam semesta. Jadi, masuk akal jika kemudian berkembang penelitian terhadap teori – teori lahirnya alam semesta. Hal yang menarik dari kajian pada bidang kosmologi adalah bagian yang menerangkan proses terjadinya alam semesta, karena Al qur’an banyak memberikan keterangan mengenai hal tersebut. Misalnya pada surat 21 (Al Anbiyaa’) ayat 30 Artinya: Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? Dalam kosmologi alam semesta, kesemuanya merupakan hal yang sangat teratur, yang oleh karenanya kita bisa mempelajari dan merumuskannya sebagai ilmu.Bayangkan jika alam ini berjalan tidak teratur, maka kita tidak akan bisa merumuskan segala sesuataunya, yang akhirnya kita tidak bisa mewariskan kepada generasi berikutnya. Sungguh sesuatu yang menyulitkan bagi setiap generasi manusia, karena harus dia sendiri yang melakukan penelitian segala sesuatunya. Inilah kosmologi alam semsta yang seharusnya dapat menghantarkan kita tunduk kepada Sang Maha Pencipta Allah swt. Dalam kasus mendidihnya air, karakter air tersebut bukanlah sesuatu yang ditentukan atau yang diinginkan oleh air itu sendiri, sebab bila demikian maka air akan mendidih kapan saja dia mau, dan ternyata hal ini tidak terjadi. Oleh karena itu pada air itu ada sesuatu yang disebut dengan Nisbah Mu’ayanah yaitu karakter (ukuran – ukuran qodar atau kadar) sesuatu benda yang diberikan oleh sesuatu diluar benda itu sendiri. Dialah Allah yang menciptakannya dengan keteraturan tersebut. Firman Allah: Artinya: yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya (Q.S. Al Furqan :2) Demikian juga dengan benda – benda langit yang sangat teratur dan pasti, kita dapat memperileh ilmu meteorology, antariksa, dll. Allah menciptakan dengan keteaturan yang tinggi. Firman Allah: Artinya: Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (Q.S. Yasin: 38) Dengan pengamatan yang mendalam dan jernih kita akan sampai pada rahasia alam semesta yang diberikan oleh Allah. Oleh karena itu wajarlah jika para ilmuwan muslim seperti Al Birunu, Al Khawarizmi, Ibnu Sina, dll. Mampu menjelaskan fenomena alam tersebut dengan baik. Demikian juga James Watt mampu menemukn mesin Ketel Uap hanya karena ia mengamati fenomena air yang mendidih. Demikian juga Isac Newton mampu melahirkan teori fisikanya hanya dengan memperhatikan apel yang dilemparkan vertikal. Sementara itu dikenal beberapa teori kelahiran alam semesta yakni teori alam semesta statis, teori alam semesta berosilasi dan teori Big Bang. Sampai saat ini, berdasarkan hasil observasi, banyak diperoleh kesesuaian antara keterangan Al qur’an dengan teori Big Bang. Hal lain yang menarik adalah persaingan (kompetisi) antara teori Big Bang dengan hasil lainya. Ternyata, teori tandingan yang tidak sesuai dengan sunnatullah menemui kegagalan dengan ditemukannya bukti – bukti yang mendukung teori Big Bang. Sungguh, betapa agung kekuasaan yang dimiliki Allah SWT, dan merupakan hal yang sangat tidak bijak kalau kita mengingkarinya. Kita berkewajiban untuk selalu mempelajari apa yang ada di bumi dan di jagad raya ini. Benar – benar orang yang sombong jika kita tidak mau untuk mempelajarinya, karena pengetahuan kita amatlah terbatas dan sangat dangkal, yang sering mengakibatkan tidak menyadari akan kekuasaan Tuhan yang begitu luas. Tuhan sendiri terlepas dari ruang dan waktu, sehingga Dia mampu melihat kita secara keseluruhan. Segala yang ada di jagat raya ini sudah diatur sedemikian rupa hingga semuanya berjalan sesuai kehendak – Nya dalam gerakan rotasi, revolusi, dan spin secara terpadu dan harmonis. Tuhan Yang Maha Kuasa dapat menembus ruang dan waktu dan melaksanakan kehendak – Nya seperti yang pernah dilakukan rasulullah dalam perjalanan ruang waktu isra’ mi’raj. Al-qur’an, sebagai landasan operasional terbaik umat Islam khususnya dan manusia pada umumnya, membawa data deduksi dan berbagi macam persoalan yang patut untuk direnungkan, karena Al-qur’an adalah mu’zizat yang terbesar bagi Nabi Muhammmad S.A.W yang amat dicintai oleh umat muslimin yang didalamnya terkandung berbagai macam ilmu pengetahuan baik yang nampak maupun yang tidak nampak. Dari sudut pandang pencipta yang tidak berada dalam waktu tapi melampaui waktu, yang menjadi dasar waktu perbuatan mencipta, memelihara, dan mengahancurkan merupakan bagian dari sebuah lingkaran. Hakikat itu mencipta apa yang tampaknya menjadi sifat arah dalam waktu dan sebaliknya. Alqur’an yang berasal dari sumber penciptaan, menunjukan kepada kita dan memilah antara penciptaan, kisah manusia, pemeliharaan, dan hukum yang menata kehidupan ini serta kehancuran akhir. Tetapi, haruslah kita inggat bahwa seluruh makhluk hidup tercipta oleh perintah “jadilah” – sebuah embusan ke dalam jutaan tahun. Didalamnya tersimpan rahasia kehidupan. Allah berfirman, “Aku adalah perbendaharaan tersembunyi, dan Aku ingin dikenal. Maka kuciptakanlah makhluk, agar Aku dapat dikenal.” Tujuan penciptaan adalah untuk mengenal Tuhan dalam ranah waktu ini. Allah menciptakan segala sesuatu berpasang – pasangan, yang setiap aspek penciptaan didasarkan atas keseimbangan lawannya. Kenyataan ini dengan jelas dipaparkan diseluruh Al qur’an. Realitas dalam “lembaran“ berisi segala sesuatu yang dapat kita alami. Keutuhan Al qur’an tak lain karena keutuhan sang pencipta. Kita (manusia) hanya sekedar mengambil aspek – aspek sebagai manusia yang dapat dikembangkan. Pola yang diambil saling berkait erat dan bersifat multi dimensional sehingga didalamnya awal dan akhir menjadi tidak bermakna. Di mana Allah berawal dan berakhir? Nabi saw bersabda, “Tujuh lapis langit, dan segala sesuatu apa yang ada didalamnya dan diantaranya, dan tujuh lapis bumi, dan apa yang ada didalamnya dan diantaranya, adalah tak lebih dari sebuah cincin yang dilemparkan ke suatu padang tandus,”ini membuktikan ketakbermaknaan langit dan bumi dari sudut pandang sang pencipta. Kita berada dalam keterbatasan makhluk. Tetapi sang pencipta tidaklah terbatas, dan firman sang pencipta adalah Al qur’an. Dan perdebatan tentang konsep penciptaan alam semesta itu sendiri dimulai dari zaman klasik sampai di zaman modern ini, dan konsep konsep itu terus disempurnakan hingga sekarang dan selalu berubah - rubah sepanjang sejarah bergantung pada tingkat kecanggihan alat - alat dan sarana observasinya dan juga pada tingkat kemajuan fisika itu sendiri. Pada dasawarsa pertama abad ini para ahli fisika mempunyai konsepsi bahwa sesuai dengan hasil observasi mereka bahwa jagat raya ini tidak terbatas dan besarnya tidak terhingga, sebab kalau terbatas maka bintang dan galaksi yang ada di tepi akan merasakan gaya gravitasi dari satu sisi saja, sehingga benda-benda langit itu akan mengumpul pada pusat tersebut karena kecenderungan seperti ini tidak pernah tampak pada pengamatan maka orang berkesimpulan bahwa alam ini tidak terbatas. Namun disisi yang lain berdasarkan hasil observasi para fisikawan di laboratorium, bahwa materi itu kekal adanya apapun reaksi yang terjadi baik kimia maupun fisis tetapi massanya tidak pernah hilang. Dengan konsepsi seperti ini sudah barang tentu gagasan semacam itu tidak sesuai dengan ajaran Islam sebagai yang terkandung dalam Al-qur’an yang menyatakan bahwa Allah-lah yang Kadim dan Dia-lah yang baka. Konsepsi tentang alam yang kekal itu sebenarnya datang dari Newton, yang melontarkan tentang konsepsi sekitar akhir abad XVII dan ditegaskan oleh Lavoiser sekitar akhir abad ke XVIII dan diperluas oleh Einstein pada abad ini menjadai kekekalan massa dan energi. Pada tahap ini para ilmuwan fisika mempunyai konsepsi yang bertentangan dengan ajaran agama kita (Islam). Sedangkan dalam Al-qur’an yang diturunkan sekitar 14 abad yang lalu mengandung uraian secara garis besar tentang penciptaan alam semesta ini, yang harus “dibaca“. Tetapi sayang tidak semua umat Islam mampu membaca dan menelaah secara kritis terhadap Al-qur’an yang merupakan kitab suci umat Islam dan sebagai landasan operasional kehidupan di alam semesta ini. Dan hanya orang-orang yang peduli dengan kemajuan dan kejayaan agama Islam-lah yang mau mengkaji, menelaah dan melakukan studi kritis terhadap Al-Qur'an. Dalam surah Ali Imran ayat 190 allah berfirman: Artinya :"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal". Dan dilanjutkan dengan ayat 191 surah Ali Imran Artinya :"Yaitu orang-orang yang mengingat Allah ketika berdiri sambil duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) ya Tuhan kami tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia maha suci engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. Dalam ayat diatas terkandung makna fenomena keteraturan penciptaan langit dan bumi (alam semesta) bahwa alam semesta langit dan bumi tidak diciptakan dengan sia – sia, melainkan dengan maksud yang sangat tinggi. Di sana kita di tuntut untuk dapat mengambil tanda – tanda (ayat) kebesaran Pencipta. Dan selalu menginggat kebesaran dan keagunggan Tuhan yang telah menciptakan segala sesuatu dengan kehendak – Nya agar kita menyembah - Nya. Banyak informasi yang ada dalam Al qur’an ini sesuai dengan yang ada di dunia eksternal. Allah-lah yang telah menciptakan alam semesta dan karenanya memiliki pengetahuan tentang semuanya itu. Allah juga yang telah menurunkan Al qur’an. Singkatnya Allah menurunkan Al qur’an sebagai petunjuk bagi orang – orang yang beriman. Al qur’an menjelaskan kepada manusia cara menjadi hamba Allah dan mencari ridha – Nya. Disamping itu, Al qur’an juga memberi informasi dasar mengenai beberapa hal seperti penciptaan alam semesta, kelahiran manusia, struktur atmosfir, dan keseimbangan di langit dan di bumi. Kenyataan bahwa informasi dalam Al qur’an tersebut sesuai dengan temuan terbaru ilmu pengetahuan modern adalah hal penting. Mungkin sikap yang jauh lebih penting untuk kita adalah mengakui bahwa ternyata banyak sekali ayat Al qur’an yang memiliki keselarasan dengan fakta yang terjadi di alam semesta. Dan pada tahun 1929 dunia kosmologi digemparkan oleh sebuah konsepsi baru tentang alam semesta ini dan mengubah secara radikal konsepsi para ahli kosmologi dan para pakar fisika mengenai munculnya alam semesta ini, sebab pada tahun itu Edwin Hubble yang mempergunakan teropong bintang terbesar didunia, seseorang melihat galaksi-galaksi di sekeliling kita (mengunakan teropong bernama teropong Hubble) yang nama teropongnya untuk menghormati Edwin Hubble sebagai penemunya, yang menurut analisisnya pada spektrum cahaya yang dipancarkan menjauhi kita dengan kelajuan yang sebanding dengan jaraknya di bumi (teori ini lahir sebelum Hubble), yang terjauh bergerak paling cepat meninggalkan kita dan ini membuktikan bahwa alam ini tidak statis melainkan dinamis. Dari perhitungan perbandingan jarak dan kelajuan gerak masing-masing galaksi yang teramati para astronom menarik kesimpulan bahwa semua galaksi dijagat raya ini semula bersatu padu dengan galaksi kita Bima Sakti sekitar 12 milyar tahun yang lalu. 

Dan hal ini juga diperkuat oleh Gamov, Alpher dan Herman, mengatakan bahwa pada suatu saat itu terjadi ledakan yang maha dahsyat yang melemparkan materi seluruh jagat raya ini ke semua arah yang kemudian membentuk bintang-bintang dan galaksi. Dentuman besar itu terjadi ketika seluruh materi kosmos keluar dengan kerapatan yang sangat besar dan suhu yang sangat tinggi dan volume yang sangat kecil. Alam semesta ini lahir dari singularitas fisis dengan keadaan ekstrem , nyata disini bahwa akhirnya fisika mengakui bahwa semula alam semesta tiada tetapi kemudian tercipta dari ketiadaan sekitar 12 milyar tahun yang lalu. 

Dan hal ini sesuai dengan ajaran islam yang tertera dalam Al-qur’an surah Al-Anbiyaa ayat 30 yang berbunyi : 
Artinya: Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?

Dari ayat yang tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa antara langit dan bumi berada dalam satu titik, titik singularitas yang merupakan volum yang berisi seluruh materi, sedangkan ledakan mereka terjadi dalam suatu ledakan yang dahsyat sehingga tercipta universum yang berekspansi. Dan mengenai ekspansi alam ini juga dijelaskan dalam ayat 47 surah adz-Dzaariyat. Artinya: Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa

Tuhan telah nyata menyampaikan lewat nabi dan rasulnya muhammad maka bukti apa lagi yg bisa mmbantahnya...maha benar allah dengan segala firmannya dan muhammad rasul allah...

Tidak ada komentar: