MOTTO HIDUP :

Allah adalah Tuhanku, Muhammad adalah Nabi dan Rasulku, Qur’an Hadis adalah landasanku, Alam semesta adalah sumber inspirasiku, Ibadah dan amal adalah esensi kemanusiaanku, Insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang di ridhoi oleh Allah SWT adalah tujuanku, Jarak (s) adalah kecepatan (w) dikali waktu (t) adalah semangatku, Yakin usaha sampai adalah semboyanku

Kamis, 02 Juli 2009

Apakah hari kiamat kekal ? (bagian satu)

Apakah hari kiamat kekal ?

(bagian satu)

oleh: R u s y d i n m a g h a n i

anggota pusat studi perpaduan islam iptek yogyakarta

”””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””””’

Berikut ini kami akan membahas lebih lanjut tentang beberapa firman Allah SWT yang mengisahkan tentang alam akhirat dengan beberapa sifat-sifatnya yang digambarkan secara tersirat maupun tersurat. Selanjutnya dari ayat-ayat Al-Qur’an tersebut dikorelasikan atas penemuan tokoh ilmuwan fisika yang berhubungan dengan sifat alam akhirat itu, yaitu tentang kekekalan. Kekekalan yang dimaksud dalam firman Tuhan itu memiliki banyak makna dan bentuk.

Namun sebelumnya perlu dilakukan penegasan terlebih dahulu. Bahwa perbandingan dan korelasi antara kehidupan manusia di dunia ini berbeda dengan alam akhirat nanti. Tidak semua yang dimaksud kekal di alam akhirat juga sama berarti kekal seperti pemahamaan manusia saat di dunia. Analoginya bisa digunakan kehidupan manusia ketika masih di rahim atau kandungan dibandingkan dengan alam dunia sangat berbeda. Ketika masih dalam rahim, seorang manusia tidak bernafas, terendam dalam air ketuban, dan peredaran darah serta jantungnya mengikuti denyut jantung ibu. Sangat berbeda ketika selanjutnya menjalani kehidupan di dunia. Manusia harus bernafas sendiri, makan dan minum sendiri. Pendek kata perbedaan alam kehidupan juga bisa berarti berbedaan tentang bentuk kehidupan itu sendiri.

Membicarakan tentang alam akhirat, berarti membicarakan tentang perihal yang bersifat ghaib. Karena memang sampai saat ini, umat manusia belum diperlihatkan wujud alam akhirat. Untuk itu sebelum membicarakan tentang alam akhirat, tentu saja lebih baik dibahas tentang ghaib.

Secara bahasa, ghaib itu berarti tidak terdeteksi oleh panca indera. Akan tetapi meskipun tidak terdeteksi oleh panca indera, bukan berarti yang ghaib itu tidak ada. Kejadian ghaib itu pada prinsipnya ada, terkadang malah terjadi di sekeliling kita, namun kita tidak mampu dan mengetahuinya. Dan sesuatu yang ghaib bagi seseorang, bukan berarti ghaib pula bagi orang lain. Sebagaimana yang terdapat dalam surat Ali Imran (3)

“Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (ya Muhammad); padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa. (QS. Ali Imran, 3: 44).

Dalam surat ini Allah SWT menjelaskan kisah tentang Maryam kepada Nabi Muhammad s.a.w. yang ghaib sifatnya bagi Nabi. Karena pada saat itu Nabi tidak menyaksikannnya, walaupun kisah tersebut benar-benar terjadi pada masa itu. Dan bagi kaum yang hidup di masa Maryam, maka kejadian tersebut bukanlah sesuatu yang bersifat ghaib.

Sehingga untuk urusan ghaib-pun ternyata bersifat relatif. Tidak berlaku sama bagi semua orang. Juga relatif sesuai dengan dinamika perkembangan zaman. Seperti dalam surat Huud (11), ayat 49 di atas, yang menceritakan tentang peristiwa bahtera Nuh yang bersifat ghaib bagi zaman selain Nuh. Namun bagi zaman pada saat peristiwa Nuh itu terjadi, maka tidak dapat disebut ghaib.

Memang ada beberapa pendapat yang berkehendak untuk sesuatu yang bersifat ghaib cukup perlu diimani saja tanpa perlu dianalisa lebih lanjut karena berada di luar jangkauan nalar manusia. Karena ada kekhawatiran bagi orang tertentu yang belum cukup kuat keimanannnya, jika mempelajari hal-hal yang bersifat ghaib justru akan mengurangi kadar keimanan dan ketakwaannya.

Namun di sini penulis berkeyakinan bahwa membicarakan sesuatu yang ghaib sesuai dengan proporsinya, dengan tetap mempertahankan keimanan, serta dengan tujuan yang mulia, akan memberikan manfaat yang lebih. Pada peristiwa bahtera Nuh, yang juga berarti ghaib bagi kita namun bisa dipelajari melalui sumber literatur sejarah, seperti Al-Qur’an yang terjamin kebenarannya. Di sini bisa disimpulkan bahwa peristiwa Nuh bersifat ghaib pada peristiwanya saja, namun saat ini kita mengetahuinya. Hanya saja Al-Qur’an memang penuh dengan makna.

Membicarakan alam akhirat yang bersifat ghaib pada dasarnya justru akan memberikan pemahaman yang lebih baik bagi kaum Muslimin sebagai bentuk persiapan menuju ke alam akhirat itu. Mempersiapkan dan mengenali apa yang akan dilakukan di masa depan adalah bentuk keseriusan dan keyakinan akan masa depan itu. Apalagi alam akhirat adalah tujuan akhir dan tujuan puncak dari apa yang manusia lakukan selama hidup di dunia ini. Dengan kata lain, apa yang manusia lakukan di kehidupan dunia ini adalah bagian dari persiapan agar kehidupan di alam selanjutnya lebih baik. Seperti halnya mempersiapkan diri dengan belajar sebelum menghadapi suatu ujian. Bahkan kualitas kehidupan manusia berlaku secara berkesinambungan. Maksudnya adalah bahwa kualitas kehidupan manusia di dunia akan membawa pengaruh bagi kehidupan sesudah di dunia ini.

Tidak semua hal yang berkaitan dengan alam akhirat bisa dianalisa oleh manusia. Hanya sedikit dari beberapa sifat alam akhirat seperti yang telah diberitakan lewat ayat-ayat Al-Qur’an. Salah satu sifat alam akhirat yang di beritakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an adalah berkaitan dengan ke-kekal-annya. Lebih lanjut lagi kekekalan pada dimensi waktu sebagaimana waktu yang dipahami oleh manusia saat ini. Berkaitan dengan di mana alam akhirat itu, bagaimana bentuk kehidupan alam akhirat, dan sifat-sifat lain yang tentang alam akhirat tidak disinggung di sini. Surat Al Mu’min (40), ayat 39, dan At-Taubah (9), ayat 38, yaitu:

Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara), dan sesungguhnya Akhirat itulah negeri yang kekal. (QS. Al-Mu’min, 40: 39).

…Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di Akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di Akhirat hanyalah sedikit. (QS. At-Taubah, 9: 38).

Dalam surat Al-Mu’min (40), ayat 39, dijelaskan tentang alam akhirat yang bersifat kekal. Dan seluruh kehidupan manusia di alam dunia ini sangat berbeda dan sangat tidak lebih baik jika dibandingkan dengan kehidupan di alam akhirat nanti.

Dan perlu diingatkan terlebih dahulu, bahwa kekekalan yang dimaksud di alam akhirat sangat berbeda konteksnya dengan sifat kekal yang menjadi sifat Allah SWT. Sudah jelas tentu berbeda antara makhluk dan pencipta. Alam akhirat adalah alam yang diciptakan oleh Allah SWT untuk kehidupan manusia selanjutnya, sedangkan Allah SWT adalah pencipta dari alam akhirat itu. Hal ini perlu diungkapkan terlebih dahulu agar kita tidak menggeneralisir sifat alam akhirat dengan sifat penciptanya.

Selanjutnya jika dihubungkan dengan beberapa ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang kehidupan alam akhirat yang kekal, sebagaimana yang terdapat dalam surat Hud (11), ayat 103-108.

Sebagaimana ciptaan Allah SWT yang lain, bahwa semuanya diciptakan secara berpasang-pasangan. Ada siang ada malam. Ada atas ada juga bawah. Ada baik ada buruk. Begitu juga dengan alam akhirat, ada surga yang berpasangan dengan neraka. Surga melambangkan suatu kondisi yang baik, pahala dari suatu perbuatan baik selama di dunia. Neraka melambangkan suatu kondisi yang buruk, dosa dari suatu perbuatan buruk yang dilakukan selama hidup di dunia.

Sifat kekal, melekat pada kehidupan di surga dan neraka, sebagaimana yang terdapat dalam Al Qur’an surat Hud (11), ayat 103-108, maupun surat-surat lainnya. Selanjutnya, bagaimana umat Muslim memahami tentang sifat kekal tersebut. Dalam beberapa literatur yang dibaca, penulis menemukan dua pendapat yang saling bertentangan.

1.

Akhirat Tidak "Kekal"

Dasar yang digunakan oleh pendukung pendapat ini ada beberapa alasan. Dasar bahwa sifat kekal hanya dimiliki oleh Zat Penguasa Makhluk, yaitu Allah SWT. Mereka mendasarkan pendapat ini dengan logika agama maupun logika ilmiah (bukan berarti membedakan antara logika ilmiah dengan logika agama, yang seolah-olah agama tidak ilmiah maupun sebaliknya. Pembagian ini tak lebih hanya bermaksud membedakan asal mula bahwa logika ilmiah menyandarkan pada hasil penemuan atau teori ilmiah yang dipercaya pada waktu itu. Sedangkan logika agama disandarkan pada kitab suci al-Qur’an, Hadist, dan Ijtihad para ahli agama), yang bersumber pada pemahaman empiris ilmu astronomi.

a. Logika Agama

Dari logika agama mendasarkan pada sisi penciptaan. Dalam konteks penciptaan, dapat dikelompokan ke dalam dua eksistensi. Pertama pencipta, yang mana Islam hanya mengenal Allah SWT dan makluk ciptaan sang pencipta. Artinya, selain Allah SWT, maka semua itu bermakna sebagai makluk ciptaan Allah SWT.

Pencipta pastilah ada terlebih dahulu sebelum makluk yang diciptakan-Nya. Selanjutnya diciptakan oleh-Nya sehingga ada. Karena pernah tidak ada, maka logikanya suatu saat nanti pastilah akan berada dalam kondisi tidak ada pula. Kembali ke asalnya yang tidak berwujud atau tidak ada, alias lenyap. Jika akhirat itu kekal selama-lamanya, bukankah itu juga berarti menyamai sifat Allah SWT yang kekal abadi. Akhirat adalah makhluk yang berawal dan berakhir. Akhirat bukanlah Allah SWT, maka akhirat termasuk bagian dari ciptaan-Nya. Menurut surat Al-Qashash (28), ayat 88, maka akhiratpun pasti akan mengalami kebinasaan alias tidak kekal. Firman Allah SWT pada surat Al-Qashash (28), ayat 88, yaitu:

Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkah Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (QS. Al-Qashash, 28: 88).1


Pemahaman kata "kekal", yang kontraproduktif dengan logika di atas, memiliki dua kemungkinan jawaban tentang mana yang salah. Informasi yang salah ataukah pemahaman yang salah. Dalam hal kebenaran Al-Qur’an tidak seorang muslimpun yang meragukan, sehingga alternatif tinggal satu, yaitu pemahaman manusia yang kurang tepat, salah atau belum menemukan essensi kata "kekal" yang dimaksud oleh Allah SWT. Selanjutnya kesalahan pemahaman yang seperti apa yang belum diketahui oleh manusia?

Kondisi ini mirip dengan informasi tentang kiamat yang dinyatakan dalam beberapa ayat sudah "dekat". Makna tentu saja berkaitan dengan dimensi waktu yang manusia bisa saja mengartikan tinggal beberapa tahun lagi, sesuai dengan tingkat pemahaman manusia tentang waktu. Padahal sebagaimana diketahui, bahwa informasi kiamat sudah dekat, terkhabar sejak Rasulullah s.a.w. masih hidup. Artinya sudah sejak 1500 tahun yang lalu kiamat dinyatakan sudah dekat. Jika penafsiran kata "dekat" tinggal beberapa tahun lagi, tentu saja kiamat sudah terjadi sejak dulu. Namun sampai sekarang kiamat belum juga terjadi. Bahkan para ilmuwan mempunyai prediksi berdasarkan gejala alam yang sudah diamati dan diperhitungkan dengan matang, kehidupan umat manusia di Bumi masih sampai 3-4 milyar tahun lagi. Hal ini disandarkan pada prediksi umur matahari sebagai pusat tata surya dan kehidupan manusia di Bumi.

Jawaban dari masalah ini tentu saja berkaitan dengan relativitas waktu. Kata "dekat" yang dimaksud dalam Al-Qur’an artinya "dekat" dengan dimensi waktu yang berbeda dari dimensi waktu yang dialami manusia selama ini di dunia.

Seperti juga penjelasan dari Al-Qur’an surat Hud (11), ayat 7, yang menjelaskan tentang proses penciptaan langit dan bumi dalam "enam masa". Firman Allah SWT:

Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati", niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata". (QS. Hud, 11: 7)2.

Kata "enam masa" pada terjemahan di atas memiliki makna yang sangat luas. Kata "enam" menunjukan bilangan sejumlah enam, akan tetapi kata "masa" sebagai satuan dari kata "enam" sebelumnya memiliki arti yang abstrak. Bisa jadi artinya satuan jam, hari, bulan, tahun, atau juga abad dst. Ayat-ayat semacam inilah sebagai sinyal dari Allah SWT kepada umatnya untuk selalu berpikir dan mencari jawaban sebagai bentuk tawakal kepada-Nya.

Alasan yang lain, masih berkaitan dengan surat Hud (11), ayat 107-108, yang menyatakan "bahwa penduduk surga dan neraka akan tinggal di dalamnya selama masih ada langit dan bumi". Keberadaan alam akhirat juga berkaitan dengan keberadaan makluk lain, yaitu langit dan bumi alam semesta. Dengan kata lain, jika akhirat kekal, maka tentu saja langit dan bumi juga harus kekal. Sehingga jika ternyata langit dan bumi bersifat fana, maka akhirat juga fana. Kalaupun sebagaimana yang disebutkan dalam banyak surat di Al-Qur’an, bahwa alam akhirat itu kekal, berarti sifat kekekalannya sama dengan langit dan bumi. Dapat diperoleh suatu kesimpulan lain, waktu alam akhirat juga masuk satu paket dalam alam semesta. Entah berada di langit pertama atau langit ke tujuh.

Bumi dan langit atau alam semesta ini, menurut ahli astronomi dan Al-Qur’an, memang tidak kekal. Menurut Al-Qur’an ada peristiwa yang akan mengakhiri semua kehidupan makhluk, yaitu kiamat. Menurut ahli astrofisika dan kosmologi, sistem tata surya kita akan berakhir dengan habisnya energi matahari dalam memancarkan panasnya. Jika alam semesta terbentuk dari suatu peristiwa ledakan besar "Big Bang" membutuhkan waktu sampai 10 milyar tahun hingga berhenti, maka waktu yang dibutuhkan alam semesta menciut dari kondisi berhenti menuju titik awal adalah 10 milyar tahun juga.

Selanjutnya berkaitan dengan kapan kehidupan akhirat akan berakhir, berarti sama dengan lamanya kehidupan alam semesta. Hanya saja manusia belum mampu untuk membayangkan kapan berakhirnya, karena berada dalam perhitungan waktu yang sangat lama sekali. Hingga nalar manusia tidak akan pernah memahaminya dan hanya Allah SWT Yang Maha Tahu.

b. Logika Ilmu Pengetahuan

Berdasarkan logika ilmu pengetahuan, maka didasarkan pada dua alasan, yaitu bertemunya langit positif dan langit negatif. Yang kedua adalah "menciutnya" alam semesta setelah berkembang selama 10 milyar tahun.

Sebagaimana disinggung sebelumnya, bahwa alam semesta ini diciptakan berpasang-pasangan. Secara umum alam terbentuk atas materi dan energi. Sebagaimana konsep relativitas yang dirumuskan oleh Einstein, bahwa materi dalam kondisi tertentu dapat berubah menjadi energi, dan sebaliknya energi dapat berubah menjadi materi.

Pasangan materi adalah antimateri. Materi dan energi bukan berpasangan, walaupun keduanya bisa saling menjelma. Materi jika bertemu dengan antimateri dalam kondisi tertentu akan menjelma menjadi foton (anihilasi). Pada proses ini massa antimateri menghapus massa materi, sehingga massa foton bernilai nol. Selanjutnya, jika foton berada pada medan tertentu, maka foton akan berproses menjadi materi. Proses itu dapat berlangsung berulang-ulang seperti siklus.

Surga diibaratkan sebagai akumulasi materi yang dilakukan manusia selama hidup di dunia atas perbuatan baiknya. Sebaliknya, perbuatan buruk yang dilakukan manusia akan menghasilkan akumulasi antimateri yang akan terakumulasi di neraka. Dalam bahasa agama disebut sebagai pahala dan dosa. Artinya semakin besar dosa, maka akan semakin banyak massa antimateri yang akan terkumpul di neraka. Begitu sebaliknya dengan massa materi yang dihasilkan oleh amal baik.

Mereka kekal di dalam keadaan itu. Dan amat buruklah dosa yang besar di hari kiamat. (QS. Thaahaa, 20: 101).3

Beban dosa atau massa anti materi yang pernah dilakukan di dunia ditebus selama di neraka hingga mencapai nol atau habis. Pada saat kondisi nol itu maka berakhir pula kehidupan mereka di neraka. Begitu juga di surga, massa materi yang terakumulasi, mendapat pahala atau balasan hingga berada pada posisi netral atau nol atau habis. Pada saat itu berakhir pula kehidupan akhirat di surga. Namun penduduk neraka maupun surga tetap berada kekal di tempatnya sampai kehidupan mereka habis.

Pada kondisi tersebut maka manusia akan kembali pada keadaan "Ketiadaan Mutlak". Sama seperti keadaan ketika alam semesta dan penghuninya belum di ciptakan Allah SWT. Segala urusan akan kembali pada kehendak-Nya.

Proses itu akan berlangsung selama 10 milyar tahun, sama seperti waktu penciptaan alam semesta. Suatu periode waktu yang sangat lama. Sehingga perumpamaan yang terdapat dalam al-Qur’an yang diwujudkan dengan kata "kekal" merupakan perumpamaan yang masuk akal. Jika dilakukan dengan perbandingan waktu yang dialami manusia di alam dunia, maka kehidupan akhirat laksana kekal atau abadi.

Begitulah argumentasi mereka yang berpendapat bahwa alam akhirat itu tidak kekal, namun sangat lama tak terhingga dan tak terbayang oleh manusia sebelumnya. Periode itu menjadi diumpamakan dengan kata kekal atau abadi di dalam Al-Qur’an.

Jadi pemahaman kata "kekal" yang melekat pada sifat akhirat bukan berarti kekal yang tiada batas atau abadi selama-lamanya. Kekal yang dimaksud memiliki makna tak terhingga lamanya oleh hitungan waktu manusia akan tetapi tetap terbatas dan pada akhirnya nanti akan berakhir. Atau dengan kata lain kekal pada alam akhirat berarti "kekal relatif", sedangkan kekal yang menjadi sifat Allah SWT, berarti "kekal mutlak".

Seperti jawaban untuk pertanyaan seberapa luaskah alam semesta? Sampai sekarang manusia belum bisa menjawab apalagi melakukan pengukuran dengan pasti untuk mengetahui seberapa luas alam semesta. Namun manusia percaya bahwa alam semesta pasti memiliki batas. Sehingga jawaban untuk pertanyaan di atas adalah sangat luas tak terhingga, tapi tetap terbatas. Untuk lebih mempermudah pemahaman, dianalogikan sebuah lingkaran. Tidak diketahui mana awal dan akhir dari garis yang membentuk lingkaran itu. Namun tetap saja terbatas, seberapapun luas lingkaran itu, tetap memiliki batas.

1 Departemen Agama RI, Op, Cit. hal. 625.

2 Departemen Agama RI, Op, Cit. hal. 327.

3 Departemen Agama RI, Op, Cit. hal. 488.

Tidak ada komentar: