MOTTO HIDUP :

Allah adalah Tuhanku, Muhammad adalah Nabi dan Rasulku, Qur’an Hadis adalah landasanku, Alam semesta adalah sumber inspirasiku, Ibadah dan amal adalah esensi kemanusiaanku, Insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang di ridhoi oleh Allah SWT adalah tujuanku, Jarak (s) adalah kecepatan (w) dikali waktu (t) adalah semangatku, Yakin usaha sampai adalah semboyanku

Kamis, 02 Juli 2009

proses pernikahan dalam adat bima

proses pernikahan dalam adat bima

oleh: R.maghani

Direktur lembaga pendidikan rakyat sang Bima (LEMPAR SANG BIMA)

Terjadinya suatu perkawinan adalah hasil dari suatu proses yang meliputi beberapa rangkaian tahapan, yaitu perkenalan, mencari jodoh, melamar (panati), pertunangan ngge’e nuru atau batu kontu, nggempe, wa’a co’i dan upacara perkawinan. setiap tahapan mempunyai sifat dan pengaturan yang berbeda walaupun satu dengan yang lain merupakan satu kesatuan kegiatan yang pada akhirnya melahirkan suatu keluarga baru. masing-masing tahapan melahirkan pula perilaku yang berbeda terutama terhadap mereka yang wi’i nggahi (dijodohkan). ini dilakukan di rumah orang tua si gadis dengan di saksikan oleh kepala desa, penghulu dan kerabat-kerabat dekat baik dari pihak laki-laki maupun pihak perempuan. Acara ini biasanya dilakukan pada malam hari. Peresmian ini dikenal sebagai pita nggahi.Adapun segala pembiayaan dalam menjamu pada saat acara pita nggahi di tanggung seluruhnya oleh pihak keluarga laki-laki.

Sesudah acara wi’i nggahi sudah dianggap bahwa perkawinan sudah diambang pelaksanaannya.Dengan demikian pihak calon suami sudah merasa bertanggung jawab terhadap kehidupan calon istrinya seperti membantu mencarikan kayu bakar di hutan, membawakan sayur-sayuran setelah kembali dari sawah atau membantu calon mertuanya baik di ladang atau di sawah.

Setelah beberapa bulan berlangsungnya (bisa satu bulan atau beberapa bulan), maka atas perundingan kedua belah pihak di tetapkan waktu dan saat untuk membicarakan soal mahar (co’i) dan pelaksanaan perkawinan. panati sebagai utusan pihak laki-laki akan merundingkan dengan pihak keluarga perempuan. adapun co’i yang lazim di bawa oleh pihak laki-laki adalah, co’i wa’a (co’i = harga; wa’a = yang dibawa) jadi yang dimaksudkan dengan harta yang dibawa adalah ketentuan besarnya mahar yang akan dibacakan pada saat akad nikah. Yang lain adalah uma (rumah) mereka menyebut uma ruka atau ruka.uma yang dibawa beserta isinya inipun hasil perundingan penati. Dan terakhir adalah balanja riha (balanja = belanja / biaya; riha = dapur). yang dimaksud dengan balanja riha adalah uang tunai untuk biaya yang diperlukan untuk urusan dapur dalam jamuan makan dan minum dalam penyelenggaraan perkawinan tersebut. Biasanya ditambah dengan beras atau beberapa ekor kambing.

Acara selanjutnya adalah penentuan kegiatan dalam upacara perkawinan. Dalam upacara ini menyangkut kerabat dari pihak laki-laki maupun pihak perempuan. dalam hal ini maka ditentukan waktu pelaksanaannya dengan mengikutkan berbagai pihak yang berkepentingnan.maka dalam urusan ini diadakan doho sara ( musyawarah ) yaitu duduk bersama untuk membicarakan perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaannya.dalam doho sara ini orang tua si pemuda mengundang keluarga terdekat biasanya kakak,ibu serta kerabat dekat lainnya.Dalam musyawarah ini juga diputuskan waktu pelaksanaannya. Keputusan ini kamudian di beritahukan kepada pihak perempuan melalui penati. setelah penati memberitahukan kepada pihak perempuan, maka pihak perempuanlah yang menentukan waktu pelaksanaannya.Dalam hal ini keputusan keluarga perempuan sangat menentukan karena menyangkut persiapan dan pembiayaan.Di pihak gadis pun melaksanakan doho sara dengan kerabat dekatnya.Keputusan doho sara di pihak perempuan akan diketahui berapa kesepakatan dari masing-masing keluarga untuk acara teka rane’e (sumbangan) baik oleh pihak keluarga laki-laki maupun keluarga perempuan. Dalam setiap acara doho sara baik si pemuda maupun si gadis tidak ikut serta dalam acara itu. Mereka hanya menerima keputusan keluarga. Apa yang diputuskan oleh keluarga, itu pula yang mereka ikuti.

Dengan demikian yang dimaksud dengan proses perkawinan adalah berbagai kegiatan yang dilakukan sejak dua orang muda-mudi mulai berkenalan sampai mereka menjadi suami-istri dan mencapai kemandirian sebagai suatu keluarga yang berdiri sendiri.dalam keseluruhan pentahapan proses ini pihak laki-laki mengambil inisiatif.sedangkan,pihak perempuan pada dasarnya pasif menunggu sampai di datangi oleh penati untuk dilamar.

Adapun beberapa tahapan yang harus dilakukan seseorang bila ingin menikah di bima (Mbojo) yaitu sebagai berikut:

1.

Perkenalan

Orang-orang yang tinggal dalam satu kampung pada umumnya mengenal satu sama lain.sejak kecil mereka sudah mulai bermain bersama.setelah mulai remaja mereka ikut mengerjakan ladang, mengangkat padi, memetik sayuran dan sebagainya. mulai masa peralihan menjadi remaja, terjadi perubahan sikap dalam pergaulan mereka.mereka mulai merasa berbeda sebagai laki-laki dan perempuan.sudah timbul perasaan malu antara satu dengan yang lain dan mereka tidak lagi mau bermain seperti sebelumnya.akan tetapi, sekaligus timbul tertarik satu sama lain.perasaan tertarik antara seorang pemuda dan pemudi menimbulkan keinginan untuk saling bertemu. ada berbagai kesempatan yang dapat mereka gunakan untuk itu, seperti acara pesta perkawinan, di sekolah, saat bercocok tanam atau pada saat upacara adat.

Muda-mudi desa Karumbu dalam masa pacaran tidak mungkin untuk lebih banyak bergaul seperti umumnya orang berpacaran.seperti seorang laki-laki berkunjung ketempat pacarnya atau sebaliknya.seorang pemuda akan segan naik uma tempat tinggal pacarnya. demikian sebaliknya seorang gadis sangat takut menjamu pacarnya dirumah dengan disaksikan oleh orang tua dan keluarganya

Kalau mereka ingin bertemu biasanya mereka membuat janji melalui seorang perantara, biasanya adik sendiri, adik pacarnya atau keluarga sendiri yang sudah dipercayai. Kalu keluar malam biasanya si gadis mengenakan rimpu mpida (menutup seluruh anggota badan dengan sarung dan hanya bagian mata yang di biarkan terbuka). mengenakan rimpu mpida ini bisa memudahkan seorang gadis memberikan isyarat kepada kekasihnya.

2.

Memilih Jodoh

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa muda-mudi desa karumbu sebelum melangsungkan pernikahan melalui dulu masa pacaran. kalau dalam proses pacaran ada kecocokan dan kedua orang tua ada kata sepakat untuk menikahkan anak mereka, maka tinggal menikahkan saja. tapi kadang pilihan anaknya sendiri belum tentu sampai menjadi nikah. sering terjadi orang tua menjodohkan anaknya dengan gadis lain. biasanya orang tua sudah mempunyai beberapa gadis dari kerabat ( keluarga ) yang dapat di jadikan jodoh anaknya. si anak disuruh memilih saja mana yang disukai atau orang tua langsung menentukan pilihan jodoh anaknya.anak hanya diminta untuk menyetujui saja.anak gadis yang dipilih itu dianggap cocok dengan anaknya, karena mereka berkerabat dan sudah dikenal.anak biasanya mengikuti saja orang tuanya dan segera berkenalan dengan gadis pilihan orang tua itu.

derajat status social menjadi sesuatu yang penting bagi masyrakat desa karumbu. status pekerjaan seseorang apalagi pegawai negeri misalnya akan sangat menentukan berhasil tidaknya meminang anak gadis seseorang. kadang-kadang kemampuan ekonomi atau kesanggupan membayar mahar sering kali dikesampingkan jika ternyata pemuda yang melamar orang yang berstatus lebih tinggi atau seorang pegawai negeri. untuk pegawai negeri ini tidak terlalu penting tingkat golongannya atau berapa gaji yang dia peroleh.yang penting dalam hal ini gengsi keluarga akan terangkat. Maka tidak heran dalam urusan pegawai negeri ini umumnya orang bima mencita-citakan anaknya bisa menjadi pegawai negeri dengan cara apapun.

Dengan demikian semakin banyak gadis-gadis bima yang menginginkan kawin dengan orang-orang pendatang yang bekerja asebagai pegawai seperti guru, polisi, tentara dan lain-lain. dalam hal ini soal mas kawin sudah kurang lagi diperhatikan, karena status social suami jauh lebih penting dari co’i ( mahar ) atau harta benda lainya yang dipersyaratkan oleh adat.

3.

panati

Setelah muda-mudi saling kenal atau pacaran maka pihak laki-laki-laki akan membicarakan itu lebih lanjut dengan kedua orang tua beserta kerabatnya. Setelah orang tua atau kerabatnya setuju maka pihak laki-laki akan meminta kepad orang tua atau keluarganya untuk segera melakukan panati (melamar) kepada pihak perempuannya. Panati ini dilakukan oleh orang-orang tertentu dan terpandang dalam masyarakat desa karumbu.

4.

ngge’e nuru atau batu kontu

lao nuru ( lao= pergi; nuru=ikut ) yaitu kewajiban seseorang calon menantu laki-laki untuk tinggal di rumah keluarga tunangannya selama mereka masa tunangan.hal ini dimaksudkan sebagai ujian dan cobaan mengenai ketabahan menantu tersebut dihadapan keluarga tunangannya. pada masa tersebut seorang menantu wajib menolong dengan mengerjakam segala pekerjaan pertanian calon mertua, seperti harus ikut bekerja di ladang (oma), disawah (tolo). Ia harus terlibat dalam segala kegiatan .tidak ada istilah pulang kerumah dengan tangan kosong. kalau si laki-laki pergi kehutan, selalu pulang ke rumah dengan membawah kayu bakar, kalau pergi kekebun harus mambawa hasil kebun. bila selama dalam masa ujian ini si pemuda tidak memenuhi syarat menurut adat yang berlaku, maka pihak keluarga perempuan berhak untuk memutuskan hubungan pertunangan mereka. Sebaliknya, bila keluarga perempuan karena satu dan lain hal yang bukan atas kesalahan calon menantunya mencari jalan untuk memutuskan hubungan tersebut sehingga benar-benar terjadi keretakkan hubungan yang menyebabkan putusnya tunangan, maka pihak keluarga lelaki dapat menuntut segala kerugian baik mengenai pengeluaran-pengeluaran sejak pita nggahi, sampai dengan biaya dan tenaga selama ngge’e nuru atau batu kontu, karena tindakkan pihak keluarga perempuan tersebut dapat dianggap pemerasan belaka, juga ditimpakan ganti rugi yang sama apabila selama masa tersebut terjadi selarian antara si gadis dengan pemuda lain, justru kelengahan dan kelalaian orang tua perempuan yang tidak berhati-hati menjaga anak gadisnya yang menjadi tanggung jawab dia selama masa-masa tersebut.setelah ada kata sepakat antara kedua belah pihak, maka di tentukan hari pernikahan.

5.

nggempe

Sebelum acara menjelang perkawinan kedua calon pengantin berada dalam masa nggempe ( pingitan ) lebih kurang lima hari dan tidak boleh menampakkan diri didepan umum. Dan biasanya mereka mendapat perawatan dari ina bunti yaitu ahli rias tradisional. Sedangkan yang laki-laki akan di beri pengarakan oleh sesepuh adat semua yang berkaitan dengan kehidupan rumah tangga seperti cara mendidik anak, istrim bercocok tanam dan prilaku setelah menjadi kepala rumah tangga.

6.

Wa’a co’i

Dalam arti harafiah wa’a berarti membawa, co’i berarti harga. Artinya yang umumnya adalah pengantaran barang dan uang yang menjadi mas kawin dalam perkawinan. Acara wa’a co’i ini selalu dihadiri oleh kedua calon pengantin putra-putri dan disaksikan oleh pemuka masyarakat seperti kepala desa, imam, lebai dan kerabat kedua belah pihak.upacara wa’a co’i ( pengantar mahar ) ini biasanya pihak keluarga perempuan sudah mengundang keluarga-keluarga dekatnya atau orang-orang di kampung untuk menyambut kedatangan rombongan. Sebaliknya pihak laki-laki mengundang keluarga dekat atau kenalan-kenalan dekatnya untuk mengantarkan secara beramai-ramai mahar ke rumah perempuan. Acara ini biasanya dilakukan sore hari. Itu tergantung jauh dekat dekatnya rumah perempuan. Dalam rombongan ini biasanya ibu-ibu berjalan di depan kemudian anak-anak membawa sinto.kemudian disusul bapak-bapak dan terakhir rombongan yang membawa bermacam-macam keperluan dapur seperti : beras, sayur-sayuran, buah-buahan, kayu bakar dan beberapa ekor kambing dan kerbau. Mengenai perkakas rumah tangga seperti tempat tidur, lemari, meja, kursi dan lain-lain, ada yang dibawa pada saat rombongan itu, tapi ada berupa uang tunai sesuai dengan harga barang-barang itu.

Setelah para rombongan pengantar mahar tiba dirumah orang tua calon pengantin putri, biasanya mereka diterima oleh orang tua calon putrid dan mereka dipersilahkan bergabung dengan para tamu-tamu undangan dari pihak perempuan sendiri. Biasanya pihak perempuan sudah membangun paruga (bangunan non permanent yang bertiang bamboo yang khusus dibuat untuk keperluan tersebut atau diperuntukkan acara resepsi pernikahan) disamping rumah untuk menerima keadaan para pengantar mahar dari pihak laki-laki. Didalam paruga biasanya para pengantar mahar duduk berhadapan dengan keluarga dan para tamu undangan dari pihak perempuan biasanya yang menjadi ketua rombongan pihak laki-laki adalah Penati. Biasanya yang sudah hadir lebih dahulu dipihak perempuan adalah kepala desa, lebe dam orang-orang yang dituakan kemudian penati sebagai ketua rombongan dari pihak laki-laki akan menjelaskan mengenai hasil perundingan dengan pihak keluarga perempuan mengenai besar kecilnya mahar dengan dibuktikan pengantarannya pada saat itu. Kemudian barang-barang yang akan diserahkan kemudian dihitung dan disaksikan oleh kepala desa, dan pemuka masyarakat lainnya. Apabila barang yang sudah diperiksa ternyata sesuai, maka kepala desa mengumumkan pada hadirin atau undangan tentang semua barang-barang mahar yang diterima pada hari itu telah sesuai dengan perundingan antara kedua belah pihak. Setelah upacara selesai para tamu undangan dijamu dengan kue-kue dan minum teh.

7.

Upacara Perkawinan

Dalam pelaksanaan upacara perkawinan ini ada beberapa tahap yaitu sebagi berikut

1.

Kapanca

Upacara ini biasanya dilakukan sebelum akad nikah. Biasanya dilakukan di uma, yaitu proses membubuhi daun pacar yang telah digiling halus pada seluruh ujung jari-jari tangan dan kaki pengantin laki-laki-laki. Yang mulai membubuhi yang pertam biasanya kepala desa kemudian diikuti oleh lebe kemudian orang tua yang berpengaruh didesa. Demikian pula pengantin putri dilakukan oleh istri-istri mereka diatas kemudian tamu wanita lainnya. Dalam upacara ini baik pengantin laki-laki dan perempuan tidak berada didalam ruang yang sama.

Setelah selesai upacara kapanca, para undangan yang hadir membacakan do’a yang dipimpin oleh lebe (penghulu). Kemudian para tamu dijamu dengan minuman teh atau kopi dan kue-kue kecil. Dan upacara kapancapun usai. Kemudian peng antin laki-laki kembali kerumahnya bersama undangan lainnya.

2.

Dende

Upacara mengantarkan pengantin putra kerumah pengantin putri. Dalam upacara ini pengantin putra mengenakan jas dan kopiah hitam. Biasanya dia diampit oleh kelurga dekat dan diiringi oleh rombongan baik tua, remaja dan anak-anak. Dalam upacara ini biasanya diiringi hadrah agar menambah meriah suasana. Dan biasanya orang-orang desa yang dilalui oleh para pengantar pengantin putra ikut bergabung menuju kerumah pengantin perempuan.

3.

Akad Nikah

Acara inti adalah acara akad nikah. Pada umumnya akad nikah di desa dilaksanakan di uma panggung. Yang datang biasanya kepala desa, wali (ayah) calon pengantin putri, calon pengantin pria dan beberapa undangan dan keluarga. Dalam pelaksanaannya adalah wali pengantin putri memegang tangan calon pengantin pria seperti dalam keadaan bersalaman sambil membaca Istigfar tiga kali kemudian mereka membaca sahadat. Setelah itu calon mertua atau wali mengucapkan ijab.

Setelah akad nikah selesai, maka resmilah calon pengantin tadi menjadi suami istri. Kemudian pengantin pria bangkit dari duduknya kemudian menyalami wali, kepala desa, dan seluruh tamu undangan. Kedua pengantin ini dinamakan bunti yaitu pasangan yang baru menikah.

Pada malam harinya diadakan pesta pernikahan. Biasanya orang tua kedua mempelai sudah merundingkan siapa-siapa yang harus diundang. Biasanya yang pertama-tama kerabat dekat baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan baik yang tinggal di desa maupun yang agak jauh yang sudah menetap dikota. Teman-teman kedua mempelai juga diundang, orang-orang yang di tuakan atau orang penting di desa.

Biasanya dalam upacara pernikahan selalu di iringi musik tradisional dan kadang-kadang diundang pengesek biola untuk acara rawa mbojo (pantun). Khusus acara tradisional selalu dimainkan tiap malam baik sebelum acara pernikahan maupum pada acara inti yaitu pada saat acara pernikahan. Masyarakat di desa-desa sekitar berbondong-bondong menyaksikan kemeriahan acara itu.

Dengan selesainya acara akad nikah ini maka pasangan tersebut sudah bisa melaksanakan rutinitas sebagai sebuah keluarga seperti pada umunya.

Tidak ada komentar: